MaxFM, Waingapu – Persis kayak orang penting, setumpuk agenda su menanti: -diskusi dengan komunitas sastra, -ikut pertemuan di radio, -jemput anak les, -sambung tangan, hajatan nikah, hajatan ultah dan kumpul-kumpul anak band. Mau pi yang mana sudah, semua di hari dan jam hampir bersamaan?
Domi= Jadi bemana su, pi mana kita?
Domu= Ngopi sini sajae.
Domo= Tidak pergi kodangan sambung tangan to mas-mas ini? Ada hajatan nikah anaknya om Dome lo?
Domu= Kita pi setor muka sa.
Domi= Ultahnya si Doma?
Domu= Setor muka!
Domi= Janjian di radio?
Domu= Setor muka!
Domo= Ya, abislah muka kita disetor ke sana-sini mas.
Entah bagaimana sejarahnya istilah setor muka ini muncul. Pengertian-nya adalah pergi/mendatangi suatu hajatan/kegiatan dengan maksud datang sekedarnya, tidak berlama-lama, dan menyempat ketemu pemilik hajat. Minimal diketahui oleh pemilik hajat/kegiatan ataupun oleh keiuarganya. Dalam pengertian seperti itu bisa saja ini adalah bentuk upaya menjaga silaturahmi.
Jika ada hajatan di Sumba, khususnya Sumba Timur, lazimnya kita yang datang akan mengikuti acara hingga usai atau minimal ikut sampai acara tertentu. Misal hajatan nikah, kematian dan syukuran, minimal kita akan ikut sampai selesai acara seremonial atau usai acara makan. Bisa jadi juga usai acara ibadahnya. Karena pakem hajatan masih pakai pakem lama; tamu datang-acara dimulai-acara selesai-tamu pulang. Dengan pakem hajatan seperti itu, maka yang namanya setor muka bisa jadi akan nampak aneh. Misal, kita datang menemui pemilik hajat, basa-basi sedikit langsung pamit pulang.
Lain halnya jika hajatan-nya adalah hajatan dengan pakem seperti acara sambung tangan. Biasa acara dimulai dari jam sekian, dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Model hajatan seperti itu, hampir semua tamu adalah para penyetor muka, datang menemui pemilik hajat, duduk basa-basi sedikit lalu pulang. Banyak ditempat lain, hajatan nikah malah memakai pakem seperti itu. Biasanya untuk menyiasati; terbatasnya tempat hajatan, kesibukan para tamu dll. Dalam kondisi seperti ini istilah setor muka tidak berlaku laku.
Dalam kondisi tertentu, setor muka bukan hanya dimaknai sebagai strategi menyiasati waktu ataupun sebagai cara menjaga silaturahmi. Bisa jadi setor muka juga bisa dimaknai sebagai bentuk; penghormatan, simpati, dukungan, bahkan sebagai perang mental, semua kembali pada alasannya.
Tulisan ini saya buat sedikit buru-buru, seorang kawan mengajak ke suatu acara yang dihadiri oleh salah satu kandidat calon Gubernur NTT. Maka saya stop dulu, saya mau ikut kawan hadir bersama kawan saya itu. Titik.
Apa? Saya simpatisan si kandidat cagub? Saya salah satu pendukung cagub tersebut? Tidaklah. Tidak, saya hanya mau setor muka saja. Maknanya? Sumpah saya mau setor muka saja, jangan dimaknai apa-apa. Sudah e, jangan ditanya. Cukup sudah, saya mau setor tulisan ini sebelum saya setor muka. Selesai.
[Oleh: Yongky H. Suaryono]
Waingapu, 10 Oktober 2017
Su: sudah
Bemana: bagaimana
Sambung tangan: mengajak kerabat dan handai taulan untuk mendukung secara moral dan finansial. Biasanya yang diundang selalu membawa amplop.