Scroll to Top
Mengapa Minat Baca Menurun?
Posted by Frans Hebi on 20th Februari 2021
| 1814 views
Frans W. Hebi, Wartawan Senior, Budayawan, Narasumber Tetap Acacra Bengkel Bahasa Radio MaxFM [Foto: Heinrich Dengi]

MaxFM, Waingapu – Seandainya orang merasa yakin bahwa kepandaian itu hampir seluruhnya diperoleh dari hasil membaca, pasti orang akan keranjingan membaca. Ungkapan klasiknya orang akan menjadi kutu buku. Tapi rupanya tidak diyakini sehingga banyak orang yang tidak mau meraba buku. Secara ekstrim dikisahkan oleh Agus Setiawan dalam buku The Art of Reading, seorang sarjana yang baru saja lulus mengepak buku-buku kuliahnya yang sudah menumpuk selama 8 semester dan bersumpah tidak akan membaca buku lagi.




Sikap sarjana tadi sangat memprihatinkan. Timbulnya ungkapan pseudo intelek (sarjana gadungan), salah satu penyebabnya adalah sikap seperti ini. Selesai kuliah berarti berakhir pula masa belajar. Padahal ada ungkapan, belajar seumur hidup dan tidak hanya slogan bombastis karena secara fakta diakui kebenarannya.

Kalau kita mengamati, masyarakat sekitar, berapa orangkah yang suka membaca? Kecuali siswa/siswi. Itu pun karena esok ada ujian (US/UN). Sesudah itu mereka tidak raba buku lagi bahkan menjadi momok. Mereka lebih menyenangi hal-hal yang tidak produktif seperti nongkrong di deker, ngobrol yang tidak menentu, nonto TV tidak kenal waktu, main game, lebih parah lagi kalau bikin huru hara yang berakibat fatal.



Jepang dan Islandia merupakan dua Negara contoh dimana minat baca warganya tinggi. Di setiap sudut kota ada kegiatan membaca. Dimana-mana ada perpustakaan, bahkan di dalam bis, kereta api, pesawat mereka memanfaatkan waktu luang untuk membaca.

Faktor-faktor penyebab menurunnya minat baca. Dalam buku Readicide karangan Kelly Gallagher, How Schools are Killing Reading and What to do Abaut It, artinya kira-kira, Membunuh Minat Baca: Bagaimana Sekolah-Sekolah Melakukannya dan Apa Jalan Keluar, menyebutkan, faktor-faktor menurunnya minat baca orang-orang muda di Amerika. Negara Paman Sam terkenal tingkat membaca masyarakatnya tinggi, (ingat Jimmy Carter dan John F. Kennedy, dua presiden Amerika merupakan pembaca tercepat dunia), namun masih ditemukan banyak faktor yang menurunkan minat baca.




Menurut Kelly salah satu penyebabnya karena di sekolah guru selalu menuntut siswa untuk menghafal, dan memberikan soal ujian berupa pilihan ganda, (di Finlandia semua soal berbentuk esay). Tuntutan mengahafal semua mata pelajaran menyebabkan siswa kehilangan kenikmatan dalam membaca yang bertentangan dengan kurikulum yang menekankan pemahaman dalam setiap materi pelajaran.

Sebagai dampak ikutan siswa akan kehilangan kreativitas dalam menjawab soal-soal esay, apa lagi kalau disuruh membuat karangan. Guru juga akan terbunuh seni mengajarnya karena dimanjakan oleh buku-buku paket yang sudah menyiapkan lumbung soal model pilihan ganda.

Dalam wawancara Kelly dengan seorang guru, terungkap alasan menuntut siswa menghafal pelajaran, karena mengajari mereka untuk mengahafal jauh lebih mudah dibandingkan dengan mengajarkan pemehaman. Tidak seperti Finlandia dalam penyampaian materi pelajaran sangat mengutamakan pemahaman.



Kebiasaan di Finlandia yang berdampak positif terhadap minat baca warga Negara seperti ditulis Gamerman adalah sbb:
– Setiap ibu yang baru melahirkan diberi paket pertumbuhan anak dari pemerintah termasuk buku.
– Di mal-mal ada perpustakaan, ada bis buku keliling sehingga masyarakat bisa mengakses buku dengan mudah.
– Anak baru boleh disekolahkan dalam usia 7 tahun.
– Siswa jarang diberi PR yang lebih dari setengah jam.
– Tidak ada kelas khusus untuk anak berbakat kecuali anak yang tertinggal dalam hal membaca.
– Guru memiliki kebebasan dalam merancang pelajaran.
– Membaca adalah hal yang biasa ditemukan di setiap sudut kota.

Faktor lain yang menurunkan minat baca juga ditentukan di kelas bahasa, kata Agus Setiawan. Saat materi pemahaman membaca (reading comprehension), guru terlalu sering meminta siswa berhenti di tiap paragraph untuk menjelaskan dan mendiskusikan pemahaman, bukannya mendapatkan gambaran-gambaran umum informasinya dahulu. Akibatnya siswa tidak bisa menikmati dan mengikuti proses yang ada dalam materi bacaan dengan baik dan hanya mendiskusikan satu sudut pandang pemahaman yang terdapat dalam satu paragraf.



Muhammad Noer dalam buku Speed Reading for Beginners (Membaca Cepat Bagi Pemula), mengemukakan mengapa orang malas membaca. Alasannya, karena banyak waktu yang dihabiskan meskipun buku itu menarik. Mereka tidak tahan jika berhari-hari untuk menyelesaikan satu buku. Orang lebih suka yang instan berupa ringkasan siap pakai. Padahal banyak informasi berharga dari sebuah buku dan tidak cukup hanya dengan ringkasan.

Barangkali akan lain halnya jika kita mampu menyerap isi buku Speed Reading for Beginners, sebuah buku panduan membaca lebih cepat, lebih cerdas dan dengan pemahaman yang lebih baik. Dalam buku itu dikatakan, buku setebal 300 halaman bisa diselesaikan hanya dalam satu jam, bahkan kurang dari satu jam.

Dengan ketrampilan membaca kilat akan memotivasi kita untuk berminat dan merasakan kenikmatan membaca buku. Terutama kita menyerap banyak pengetahuan.




Banyak orang yang tingkat pendidikannya hanya SD, SMP, bahkan sama sekali tidak mengenyam pendidikan seperti Thomas Alva Edison, namun pengetahuan mereka tidak kalah, bahkan melebihi sarjana. Tidak lain, pengetahuan itu mereka peroleh dari otodidak, belajar mandiri yaitu lewat membaca.Apa lgi di era informasi seperti sekarang dapat mengakses informasi mulai dari buku, Koran, majalah hingga dokumen elektronik facebook, website, blog, ensiklopedia elektronik. Banyak buku yang diterbitkan secara digital. Juga buku dari berbagai perpustakaan dunia tersedia di internet. Semuanya bisa diakses, tinggal kemauan.(Penulis : Frans W. Hebi)

Print Friendly, PDF & Email
Show Buttons
Hide Buttons