
MaxFM Waingapu, SUMBA – Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kambairu biasanya terlihat ramai, sama ramainya dengan dua SPBU lainnya di kota Waingapu, Sumba Timur, NTT.
Tetapi pada hari Minggu 5 Oktober 2025, SPBU Kambaniru terlihat sepi, hanya beberapa orang saja yang sedang duduk dekat lokasi dispenser Pertalite. Terlihat juga mobil kijang yang terbakar di nosel sisi kanan dospenser pertalite SPBU Kambaniru.
Di sisi dispenser Pertalite di SPBU ini juga dua SPBU lainnya, selalu ramai antrian panjang motor sekaligus mobil yang berdempetan satu dengan lain, untuk berebut BBM Pertalite yang sudah disubsidi pemerintah untuk masyarakat. Pertalite yang dibeli dengan berbagai kendaraaan ini kemudian secara cepat dibawa ke lokai penampungan dekat SPBU setempat dan secepat-cepatnya dimasukkan ke dalam jeringen-jeringan yang sudah disiapkan, kemudian didistribusakan di tiap kios yang menjual kembali Pertalite dengan harga 10 Ribu Rupiah Per ukuran tengah botol air mineral ukuran 1.5 liter, sehingga harga yang sampai ke publik sekira 10 ribu rupiah tidak sampai 1 liter, atau bila pertalite diisi penuh 1 botol air mineral 1.5 liter di jual 20 Ribu Rupih.
Selepas pertalite dipindahkan ke jerigen yang sudah disiapkan, maka dengan secepat kilat motor maupun mobil kembali berebut pertalite, akan antri lagi untuk mengantri menyedot pertalite seolah masyarakat lain tidak punya hak yang sama untuk mendapatkan pertalite dengan harga subsidi.
Baca juga:
Kebakaran Hanguskan SPBU Kambaniru, Penyebab Masih Dalam Penyidikan Polisi
Kondisi ini sudah berlangsung lama, sekira 2 tahun lebih di Kabupaten Sumba Timur. Masyarakat sudah berteriak mengeluh lewat berbagai media, baik media sosial, media mainstream bahkan sesekali ada operasi dari pihak keamanan, saat ada opersi dari pihak keamanan maka antrian akan tertib, tetapi bila petugas lengah di hari berikutnya antrian berebut pertalite bersubsidi kembali mengular. Sebagai warga kita sudah tidak tahu lagi siapa yang harus mengatur atau menertibkan situasi ini.
Kemudian sampailah kita pada situasi SPBU terbakar, situasi SPBU kini sepi, tidak terlihat antrian, sekaligus di sisi jalan dekat SPBU Kambaniru sudah tidak terlihat lagi pajangan BBM Pertalite warna hijau di botol-botol air mineral, juga tidak terlihat juga jerigen-jerigen 5 liter berisi cairan warna coklat yakni solar yang biasanya dipajang.
Dari sisi pemburu pertalite dan solar untuk dijual kembali dengan harga selangit, kondisi terbakarnya SPBU Kambaniru ini pasti merugikan, tetapi dari sisi pemilik SPBU kerugiannya berlipat-lipat dibading apa yang dialami penyedot pertalite untuk dijual kembali.
Baca juga:
Sumba Timur Pacu Eliminasi Malaria 2028, 13 Desa Endemis Jadi Prioritas
Sudah bisa diperkirakan di depan mata kerugian akibat kebakaran SPBU Kambaniru ini angkanya bisa di atas 1 Milar Rupiah. Siapa yang diminta pertanggunjawaban untuk mengganti kerugian ini?

Dari informasi yang dihimpun, kerugian bisa mencapai 1 M rupiah atau lebih. Harga 1 Dispenser pertalite yang hangus terbakar di pasaran saat ini berkisar Rp200juta, belum lagi kerusakan yang lain, dispenser lain di SPBU kalau rusak maka harus diperbaiki, di sisi tengki penyimpan BBM juga demikian sudah pasti ada pengecekan dan perbaikan seperlunya.
Situasi terbakarnya SPBU Kambaniru ini harusnya bisa jadi sebagai pembelajaran untuk kita semua, bahwa bukan tidak mungkin kebakaran yang sama terjadi di SPBU lain di SUMBA di puncak musim panas ini atau di waktu – waktu mendatang, kalau sistim pejualan BBM dari SPBU masih seperti saat ini. Ketika pengisian pertalite di musim panas ini sudah pasti uapnya akan lebih banyak melayang di udara, dan bila sedikit saja bertemu dengan percikan bunga api yang muncul dari antrin kendaraan yang berebut pertalite maka sudah pasti kebakaran akan terjadi.
Yang pasti petugas pengisian BBM di SPBU tidak bisa menghalangi atau memperkirakan cara-cara ajaib yang digunakan oleh pembeli BBM Subsidi Pertalite untuk dijual kembali di kios-kios, apakah cara wajar, atau tidak wajar (misalkan bisa menimbulkan bunga api), sehingga kemungkinan akan munculnya bunga api yang menyebabkan kebakaran di waktu mendatang tetap terbuka.
Pertanyaannya siapa yang bisa mengatur lagi agar sistim pembelian BBM di Kabupaten Sumba Timur? Apakah Pemerintah? Peramina? Pemilik SPBU? Tetapi yang pasti kalau terjadi kejadian Kebakaran seperti di SPBU Kambaniru yang paling rugi bisa jadi pemilik SPBU? [HD]