Scroll to Top
Pengakuan Masyarakat Adat di Sumba Timur Belum Terealisasi Optimal
Posted by maxfm on 11th September 2025
| 167 views
Wakil Bupati Sumba Timur, Yonathan Hani Saat Memberikan Sambutan dalam Lokakarya menuju PNLH XIV WALHI , Kamis, 11 September 2025 [Foto: ISTIMEWA]

MaxFM Waingapu, SUMBA – Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) bersama dengan Working Group ICCAs Indonesia (WGII) serta jaringan mitra lokal seperti PW AMAN Sumba, PD AMAN Sumba Timur, dan KOPPESDA menyelenggarakan lokakarya menuju Pekan Nasional Lingkungan Hidup XIV Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Kamis, 11 September 2025 di Padadita Beach Hotel, Waingapu.

Baca juga:
Sekda Sumba Timur: Tour De EnTeTe di Sumba Diperpanjang Hingga 16 September

Tema yang diusung dalam lokakarya ini yaitu “Peluang dan Strategi Percepatan Perlindungan-Pengakuan Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Pulau Sumba”.




Wakil Bupati Sumba Timur, Yonathan Hani dalam sambutannya menegaskan identitas masyarakat Sumba pada dasarnya adalah masyarakat adat. “Jabatan tidak meniadakan identitas kita sebagai masyarakat adat,” ujarnya. Ia menambahkan pemerintah punya kewajiban melindungi hak-hak masyarakat adat dan berharap diskusi publik dapat mengidentifikasi masalah sehingga bisa ditemukan solusi dan payung hukum yang sesuai.

Baca juga:
Sumba Timur Menyambut Tour De EnTeTe 2025, Pesona Eksotik Jadi Magne

Diskusi publik memantik respon cukup tegang dari peserta. Pada intinya, mereka berharap adanya payung hukum yang jelas bagi masyarakat adat. Tidak hanya itu, agenda sabana Sumba masuk dalam ekosistem esensial juga dinilai harus diperjuangkan secara serius.

Lokakarya ini bertujuan mengidentifikasi peluang dan tantangan implementasi kebijakan pengakuan serta perlindungan masyarakat hukum adat di Kabupaten Sumba Timur. Selain itu juga membangun komitmen dan rencana kerja bersama pemerintah daerah dan CSOs serta meningkatkan pemahaman Pemerintah Daerah, Masyarakat Adat, dan Komunitas Lokal terkait implementasi kebijakan kearifan lokal dan Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM).



Pulau Sumba merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki masyarakat adat dengan kearifan lokal beragam. Data BRWA menyebutkan, hingga kini ada 12 wilayah adat yang teregistrasi di Sumba, tiga di antaranya di Sumba Timur. Namun belum ada penetapan melalui SK Bupati, padahal pengakuan itu penting untuk menjamin hak dan keberlanjutan pengelolaan wilayah adat.

Sejumlah organisasi sipil seperti Bumi Lestari, AMAN, KOPPESDA, dan Satu Visi telah mengadvokasi penerbitan Perda Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) bahkan pembentukan Panitia MHA. Namun hingga kini Perda tersebut belum terbit sehingga pengakuan wilayah adat belum optimal. Sementara itu, secara nasional pengakuan kearifan lokal diatur melalui Permen LHK No. 34 Tahun 2017.



Oleh karena itu, diperlukan strategi alternatif dengan membangun konsolidasi mitra lokal di Sumba Timur untuk menggalang gerakan bersama mendukung percepatan PPMHA. Audiensi ke Pemerintah Kabupaten Sumba Timur akan dilakukan dengan rujukan Permendagri No. 52 Tahun 2012 dan Permen LHK No. 34 Tahun 2017 sebagai dasar strategi perlindungan berbasis kearifan lokal.

Baca juga:
Duo Residivis dengan Mobil Sewa untuk Curi Kerbau

Kegiatan ini menjadi bagian dari Pra Pekan Nasional Lingkungan Hidup XIV WALHI serta tindak lanjut dialog antar-CSOs dan kerja-kerja pengakuan masyarakat adat BRWA di Sumba Tengah. Audiensi juga menindaklanjuti dokumentasi AKKM di Sumba Timur yang dilakukan WGII pada 2023. Rangkaian kegiatan dihadiri unsur pemerintah daerah, akademisi, CSOs, dan perwakilan masyarakat adat se-Pulau Sumba. [MaxFMWgp]

Show Buttons
Hide Buttons