MaxFM WAINGAPU – Kabupaten Sumba Timur kembali mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah pelaksanaan kegiatan bertaraf nasional.
Kali ini ada kegiatan sosialisasi kewenangan LPSK dalam kerangka UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan pengenalan program perlindungan saksi dan korban berbasis komunitas (PPSKBK).
Kegiatan ini dilaksanakan di Gedung Nasional Umbu Topik Marisi, Kamis (13/07/2023) yang dihadiri Sekda Kabupaten Sumba Timur, Umbu Ngadu Ndamu, SH., M. Si dan dibuka Wakil Ketua LPSK RI, Dr. Livia Istania DF Iskandar.
Dalam sambutan tertulis Bupati Sumba Timur yang dibacakan Sekda Kabupaten Sumba Timur, Umbu Ngadu Ndamu, SH., M. Si, menegaskan pemerintah Kabupaten Sumba Timur sudah melakukan setidaknya tiga langkah untuk meminimalisir tindakan kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Diantaranya adalah bersama semua elemen masyarakat mewujudkan Kabupaten Sumba Timur yang layak anak.
Kedua Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur menandatangani nota kerjasama dengan Treat and Partners dengan tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak agar mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Serta ketiga menempatkan sejumlah tenaga profesional seperti bidan, psikolog dan security di rumah aman untuk memastikan pelayanan bagi perempuan dan anak yang menempati rumah aman benar-benar aman.
Umbu Ngadu Ndamu juga mengungkapkan adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meningkat setiap tahun sejak tahun 2018 lalu.
Namun hal ini bisa saja merupakan hasil dari giatnya sosialisasi yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Kabupaten Sumba Timur.
“Sebelumnya bisa karena masyarakat takut atau belum tahu harus melapor kemana, sehingga setelah tahu dan berani angkanya jadi meningkat,” ungkapnya.
Wakil Ketua LPSK RI, Dr. Livia Istania DF Iskandar kepada wartawan menegaskan kehadiran LPSK di Kabupaten Sumba Timur untuk memberikan pemahaman dan berbagi pengalaman bersama dengan aktivis perempuan dan anak maupun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang sudah memberikan perhatian pada perempuan dan anak.
Karena itu diharapkannya beragam tantangan dan hambatan yang ditemui para pegiat perempuan dan anak di Kabupaten Sumba Timur dapat diminimalisir.
“Setidaknya kalau memang ada kasus-kasus yang sulit ditangani di Sumba karena pelakunya orang terpandang, bisa didorong ke tingkat nasional agar diambil langkah-langkah yang lebih efektif,” ungkapnya.
Dr. Livia juga mengharapkan dengan adanya aparat penegak hukum (APH) yang juga dilibatkan dalam kegiatan ini, bisa memberikan pemahaman bagi APH untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan berperspektif korban.
“Kalau teman-teman APH kita tidak punya perspektif korban, pasti akan ada banyak kasus yang tidak terselesaikan dengan adil,” tandasnya.(ONI)