MaxFM, Waingapu – Belalang kembara yang mulai meledak di Sumba Timur sejak Juni 2020 lalu hingga saat ini masih menguasai wilayah Sumba Timur. Masyarakat diminta untuk ikut berperan bersama Regu Pengendali Hama (RPH) di setiap desa/kelurahan agar bersama melakukan pengendalian belalang ini.
Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Sumba Timur, Oktavianus Mbaku Muku menyampaikan hal ini melalui sambungan telepon dengan Radio Max 96.9 Waingapu. Diakuinya sampai dengan saat ini pengendalian yang mereka lakukan belum berhasil menghalau belalang kembara minggat dari wilayah Sumba Timur.
“Jujur saja pak, kami masih terus melakukan pengendalian, tetapi belalang sudah menyebar di seluruh Sumba Timur dan dimana dia hinggap, disitu dia bertelur dan kemudian menetas,” jelasnya.
Dijelaskannya wilayah serangan belalang saat ini adalah di wilayah Kelurahan Lambanapu dan Kambaniru di Kecamatan Kambera, Desa Kadumbul, Kecamatan Pandawai, Desa Persiapan Kambumoru dan Latalanyir di Kecamatan Lewa Tidahu, dan Desa Wanga, Kecamatan Umalulu, dan timnya selalu siaga di lapangan untuk melakukan pengendalian saat ada serangan belalang di tanaman masyarakat.
“Bahkan malam juga petugas kami lakukan pengendalian untuk belalang yang sudah terbang,” jelasnya.
Sebagai bagian dari sinergitas lintas sektor, pihaknya sudah mengeluarkan sejumlah surat kepada para camat untuk mengkoordinir para kepala desa dan lurah agar mampu melakukan pengendalian secara dini di lapangan saat adanya serangan belalang. Karena keterlambatan penanganan akan mengakibatkan kerusakan tanaman yang lebih fatal.
“Kita minta minimal setiap desa mengamankan pengendalian di desa masing-masing, dengan tim RPH yang sudah terbentuk karena kita dukung dengan obat dan arahan pengendalian oleh tim teknis kita,” ungkapnya.
Mengenai tingkat kerusakan tanaman petani sepanjang tahun 2021, Oktavianus memperkirakan sudah ratusan hekta are padi maupun jagung yang rusak akibat diserang hama belalang. Namun tanaman padi umumnya masih dapat dipanen karena serangan terjadi masih pada saat masa vegetatif sehingga saat kembali diairi tanaman padi dapat kembali tumbuh dan memberikan hasil bagi petani.
“Kalau jagung yang sudah keluar bulir nya, kerusakan dan kegagalannya sudah dipastikan akan berada diatas 80 persen,” jelasnya.
Tingkat kerusakan tanaman petani menurut Oktavianus juga dikarenakan luas areal tanam petani yang selalu dalam luasan yang terbatas sehingga saat terserang belalang akan sangat terlihat kerusakannya. Sementara belalang yang menyerang selalu dalam jumlah yang cukup banyak, bahkan sampai bertumpuk-tumpuk di tanaman petani.
“Tanaman petani kita paling 10 sampai 15 are, sedangkan belalangnya ribuan ekor. Jadi kalau kita lambat pengendalian kerusakannya pasti fatal,” tegasnya.
Karenanya diharapkan RPH yang sudah terbentuk di setiap desa dapat melakukan pengendalian di setiap desa dibawah koordinator camat masing-masing, sehingga pengendalian belalang bisa dilaksanakan sedini mungkin saat belalang mulai menyerang, agar tanaman petani yang terbatas jumlahnya tersebut tidak terlampau rusak dimakan belalang.
“Belalang ini berpindah mengikuti arah angin, jadi semua desa harus tetap siaga agar pengendalian bisa segera dilakukan saat belalang turun,” tandasnya.(TIM)