MaxFM WAINGAPU – BMKG telah memperhitungkan dampak El-Nino untuk wilayah Pulau Sumba hingga akhir Mei 2023 mendatang.
Kepala Stasiun Metereologi Umbu Mehang Kunda, Waingapu, Carles Alexander Tari menjelaskan hal ini saat dihubungi melalui telepon selulernya Jumat (19/05/2023).
Dijelaskannya, hasil pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik menunjukkan La-Nina lemah masih berlangsung dengan indeks yang mendekati ambang batas normal -0,52.
Sedangkan pemantauan suhu muka laut di Samudera Hindia menunjukkan kondisi Netral. Dengan demikian, massa aliran udara dari wilayah Indonesia berbalik mengalir ke Samudera Pasifik.
Selanjutnya indeks ENSO pada pemutakhiran sampai dengan 12 Mei 2023 lalu adalah sebesar +0,48 yang menunjukkan ENSO dalam kondisi netral (tidak signifikan terhadap pembentukan awan hujan di sebagian wilayah Indonesia.
Kondisi netral ini sendiri menurut Carles Tari akan terus bertahan dari bulan Mei hingga Juli 2023 mendatang.
Ditambahkannya, sejumlah pusat iklim dunia memprakirakan kondisi ENSO Netral akan beralih menuju El-Nino Lemah pada semester II 2023.
Terkait dengan curah hujan dan Hari Tanpa Hujan (HTH), Carles menjelaskan, berdasarkan informasi iklim dari Stasiun Klimatologi NTT, sesuai hasil monitoring HTH berturut-turut Dasarian I Mei 2023 di Pulau Sumba pada umumnya mengalami HTH dengan kategori menengah (11-20 hari).
“Kecuali di wilayah Kabupaten Sumba Timur sekitar Lambanapu mengalami HTH dengan kategori panjang yakni 21 sampai 30 hari,” ujarnya.
Carles menambahkan analisis curah hujan dasarian I Mei 2023 pada umumnya di wilayah Sumba mengalami curah hujan kategori rendah (hingga 50 mm) , kecuali di sebagian kecil Kabupaten Sumba Timur, yaitu Karera, Ngadu Ngala, dan Wula Waijelu mengalami curah hujan kategori menengah yakni pada kisaran 51 hingga 150 mm.
Untuk prakiraan musim kemarau di wilayah Sumba berdasarkan buletin klimatologi NTT terbagi menjadi empat zona musim (ZOM), yaitu 466, 467, 468, dan 487.
Ia mengatakan adapun pembagiannya, ZOM 466 Sumba Barat Daya dan Sumba Barat bagian Barat, ZOM 467 Sumba Barat bagian Timur, Sumba Tengah bagian Selatan, dan Sumba Timur bagian Tengah, ZOM 468, Sumba Timur bagian Tenggara, ZOM 487 Sumba Tengah bagian Utara dan Sumba Timur bagian Utara.
Sementara Itu Forecaster Senior Yenny Thenu menjelaskan, prakiraan awal musim kemarau untuk ZOM 466 masuk di bulan April Dasarian III, maju tiga Dasarian dibandingkan normalnya, dengan prakiraan puncak musim kemarau pada bulan Juli 2023.
Yenny mengatakan untuk ZOM 467 diperkirakan awal musim kemarau di bulan April Dasarian dua, atau maju dua Dasarian dibandingkan normalnya dengan puncak musim kemarau pada Agustus 2023.
“Untuk ZOM 468 diperkirakan Awal Musim kemarau, di bulan April Dasarian I atau maju satu Dasarian dibandingkan normalnya dengan puncak musim kemarau pada Agustus 2023,” jelasnya.
Selanjutnya untuk ZOM 487 diperkirakan awal musim kemarau di bulan April Dasarian II atau maju tiga Dasarian dibandingkan normalnya dengan puncak musim kemarau pada agustus 2023.
Terkait ZOM ini Yenny menjelaskan musim kemarau diprediksikan bersifat di bawah normal musim kemarau lebih kering, yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya.
Untuk menghadapi musim kemarau 2023 Carles Tari menghimbau, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau di bawah normal atau lebih kering dibanding biasanya.
Ia mengatakan wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan metereologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan air bersih.
“Pemerintah daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan,” jelasnya.
Ia juga menghimbau agar menjadikan informasi prakiraan musim kemarau 2023 ini sebagai bentuk peringatan dini (Early Warning), untuk dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan dalam aksi dini (Early Action), sehingga upaya pencegahan dapat terus diprioritaskan dengan tetap adanya penanggulangan bila bencana tetap terjadi. (ONI).