

MaxFM, Waingapu – Dalam sebuah perbincangan bersama dengan tim Fasilitator Pendidikan, atasan saya mengajak kita semua untuk membayangkan, “Apa yang akan terjadi jika Anda adalah seorang petinju yang sama sekali tidak pernah berlatih dan kemudian anda harus bertanding pekan depan melawan seorang petinju yang Anda tahu berlatih dengan keras dan giat selama 2 tahun terakhir ini. Apa yang akan terjadi?” Tanya beliau.
Hampir semua peserta pelatihan fasilitator kemudian menjawab bahwa pastinya petinju yang tak pernah berlatih akan kalah telak.
Demikian juga dengan kondisi anak-anak kita yang selama hampir 2 (dua) tahun ini harus melewati proses belajar di rumah dengan supervisi minimum dari guru atau orang tua, dan sebagian malah tidak belajar sama sekali. Kondisi petinju yang tak pernah berlatih dan kemudian harus bertanding lagi ini ibarat anak-anak yang tidak belajar dengan baik kemudian Ketika kembali ke sekolah saat Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dan langsung belajar materi sesuai kurikulum yang sedang berjalan.
Ya, memang terlalu ambisius rasanya jika kita berharap tidak terjadi Learning Loss (Ketimpangan Belajar) selama siswa belajar dari rumah selama masa pandemi. Kondisi ini riil terjadi seperti yang diungkapkan oleh seorang guru kelas 2 berikut, “Ibu, siswa saya tidak bisa apa-apa. Sudah kelas 2 belum bisa membaca. Dia itu naik kelas Corona ibu”. Demikian salah satu isi “curhat” salah satu guru Sekolah Dasar di Sumba Timur.
Jadi ketika siswa tersebut baru masuk kelas 1, kondisi pandemi baru mulai merebak, dan selama setahun penuh siswa tersebut belajar dari rumah dan dikunjungi guru pada waktu-waktu tertentu.
Hal ini juga disampaikan oleh penelitian yang dilakukan oleh SMERU Research Institute dan RISE (Research Information Services for Education) mengenai “Memulihkan Penurunan Kemampuan Siswa Saat Sekolah di Indonesia Kembali Dibuka” yang mengatakan bahwa anak-anak yang berada dalam kondisi tidak diuntungkan mengalami learning Loss paling tinggi. Anak-anak ini bersekolah di desa dan khususnya yang berada di wilayah luar pulau Jawa adalah anak-anak yang sangat rentan mengalami penurunan belajar (Learning Loss).
Ada beberapa hal yang disarankan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh SMERU dan RISE, diantaranya yang menurut hemat saya paling penting adalah mengetahui kesiapan belajar siswa saat ini.
Hal ini menjadikan penilaian diagnostik atau penilaian formatif terutama pada kemampuan dasar membaca menjadi sangat penting dilakukan di semua jenjang. Guru dapat memilih cara paling sederhana seperti meminta siswa membaca sebuah teks pendek kemudian menanyakan beberapa pertanyaan terkait bacaan.
Guru dapat menyiapkan beberapa teks, misalnya jika siswa berada di kelas 3, maka guru dapat menyiapkan teks yang tingkat kesulitannya memang diperuntukkan untuk siswa kelas 3. Selanjutnya teks kedua bisa berupa teks bacaan yang diperuntukkan untuk siswa yang berada satu dan dua tingkat di bawahnya.
Jika memang siswa ternyata kesulitan membaca dan menjawab pertanyaan terkait bacaan yang sesuai dengan jenjang kelasnya, maka guru dapat meminta siswa untuk membaca teks yang berada satu tingkat di bawahnya.
Guru juga dapat melakukan pengecekan apakah siswa sudah mengenali huruf atau suku kata.
Dari kegiatan inilah kemudian guru akan mengetahui kesiapan belajar sebenarnya dari siswa.
Lalu, apakah kegiatan ini terhenti setelah guru mendapatkan hasil penilaian formatif dan mengetahui kesiapan belajar siswanya? Tentu tidak.
Hal yang paling penting adalah menyiapkan bahan ajar yang sesuai dnegan kesiapan siswanya kini berdasarkan data yang guru dapat dari penilaian diagnostik membaca.
Tidak mengapa jika ternyata siswa kelas 3 guru tersebut kembali belajar membaca di level suku kata. Yang terpenting saat ini bagi siswa tersebut adalah bagaimana ia dapat membaca. Yang lainnya seperti target pencapaian kurikulum dapat pelan-pelan kita kejar.
Keikhlasan Semua Pihak Untuk Membantu Siswa Memulihkan Kemampuan Belajar.
Memang dalam hal memulihkan kemampuan belajar siswa pasca pandemi akan menuntut guru untuk melakukan hal-hal yang mungkin sebelumnya belum pernah mereka lakukan. Penilaian formatif membaca atau diagnostik dan juga merencanakan pembelajaran sesuai dengan kesiapan siswa (Teaching at the Right Level) perlu guru pelajari secepatnya dan dilakukan langsung di kelas.
Dukungan dari berbagai pihak terutama dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat juga akan sangat diperlukan apabila guru-guru di suatu wilayah belum pernah mendapatkan pelatihan terkait kedua hal di atas.
Hal ini tidaklah berat jika kita semua orang dewasa yang ada di sekitar siswa dapat bekerja sama. Bersama-sama, kita pasti bisa.
Karena seperti yang diungkapkan oleh Bupati Kabupaten Tana Tidung temat penulis berkarya saat ini yang berulang kali mengatakan pada kami bahwa “Masa depan anak-anak kita nanti sangat bergantung kepada keseriusan kita menangani Learning Loss”.
(Oleh: Evi Silviani Rospita – Pemerhati Pendidikan)
Sumber:
1. Syaikhu Usman https://smeru.or.id/id/content/belajar-dari-rumah-yang-tidak-efektif-selama-pandemi-berpotensi-hapus-bonus-demografi-0 (Dibuka ada 17/01/2022)
2. Hasil Penelitian RISE: https://rise.smeru.or.id/sites/default/files/event/Florischa%20Ayu%20Tresnatri_Memulihkan%20Penurunan%20Kemampuan%20Siswa%20Saat%20Sekolah%20di%20Indonesia%20Dibuka%20Kembali.pdf
3. Hasil Penelitian SMERU:
https://smeru.or.id/sites/default/files/publication/cp01_covidpjj_in_0.pdf