Scroll to Top
Dampak Sosial-Ekonomi Pemilukada SBD
Posted by maxfm on 25th Oktober 2013
| 2123 views
Frans Wora Hebi - Senang Menulis, tinggal di Waingapu
Frans Wora Hebi – Senang Menulis, tinggal di Waingapu

MaxFM, Waingapu – Ada peribahasa yang mengatakan, Gajah sama gajah berperang, pelanduk mati di tengah-tengah. Kiranya peribahasa ini masih sitzt im Leben, masih aktual bila dikaitkan dengan Pemilukada Sumba Barat Daya (SBD) beberapa waktu lalu. Antara kubuh MDT dengan Konco. Merasa tidak puas salah satu kandidat mengaduh ke Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga sidang digelar pada 19 Agustus 2013 dengan surat No. 103/PHPU.D-XI/2013. Karena berita simapang-siur tentang siapa yang menang, masyarakat kedua kubuh menjadi tidak tidak sabaran, menjadi brutal. Mereka saling membakar kampung. Menurut Martinus Rehi Ndoda asal Desa Bukambero, Kecamatan Kodi Utara, ada 9 kampung (78 buah rumah) pendukung Konco yang tinggal di Bukambero perbatasan Waijewa Barat dan Loura dibajkar massa. Di pihak MDT, 3 kampung (20-an rumah hangus terbakar. Korban nyawa yang diketahui pasti 2 orang dri 2 kubuh masing-masing Bora Mali (Bukambero) dan Tonda Raya (Waijewa). Untuk diketahui Kecamatan Waijewa Barat yang berbatasa dengan Kecamatan Kodi Utara masuk wilayah SBD. Sebagian masyarakatnya pendukung MDT dan sebagian lagi Konco.

Tidak terbilang harta benda yang hangus, sebagian dijarah seperti ayam, anjing, babi, kerbau, sapi, kuda, motor, perhiasan emas, uang. Baik itu dijarah oleh kubuh lawan maupun sesama kubuh yang tidak punya perikemanusiaan yang memanfaatkan situasi. Kini masyarakat yang terkena musibah terpaksa mengungsi ke kampung lain sambil menunggu nsituasi kondusif. Ada juga yang membuat kemah di atas puing-puing rumag mereka yang sudah hangus terbakar. Menurut Martinus, hingga saat ini para korban baru sebatas menerima bantuan beras 10 kg/KK, alat-alat rumah tangga, pakaian termasuk seragam sekolah. Untuk bantuan seng masih menunggu.

Meskipun situasi tidak seperti di bulan Agustus, tambahan pula kedua kandidat Markus Dairo Talu (MDT) dan Kornelis Kodi Mete (Konco) sudah berdamai, saling rangkul di depan Uskupb disaksikan umat dan masyarakat, namun peristiwa itu meinggalkan bekas di hati para korban. Orang masih trauma sehingga kalau bepergian harus ekstra hati-hati.

Salah satu biang keladi yang menyulut konflik sosial di SBD adalah pasal judi. Dua kubuh taruhan habis-habisan, mulai dari barang kecil seperti alat dapur, pakaian, sampai kepada hewan, ayam, anjing, babi, kuda, kerbau, sapi, motor, dsb. Belum lagi uang ratusan juta, bahkan ada yang tawarkan milyar. Yang merasa diri kalah mulai onar atau macam-macam ulah yang menimbulkan konflik horizontal dalam tindakan membakar, menjarah dan membunuh.

Rafel jadi korban?

Sebagai buntut permasalahan pada tanggal 5 – 10 – 2013 Rafael Rambero (Rafel), 32 tahun ditangkap di rumah kediamannya di Panga Denga, Desa Bukambero, wilayah Polsek Kori, Kecamatan Kodi Utara. Seperti dilaporkan Martiunus Rehi Ndoda, mula-mula Erik anggota Polsek Kori mendatanganginya dan mengatakan kalau Yosef Ami yang ditahan di Polsek Loura (juga dari Desa Bukambero) membutuhkan keterangan tambahan dari Rafel. Yosef tersangka mencuri mesin giling. Besok Rafel akan kembali lagi, kata Erik kepada Martinus Rehi Ndoda om dari Rafel yang kebetulan ada di situ. Martinus segera kecewa ketika anggota polisi itu mengambil parang hulu kariho (seharga Rp500.000). Apa hubungan parang saya dengan penangkapan Rafel, pikir Martinus dalam hati. Bahkan Martinus ini adalah korban karena Markus Muda Kondo dan Aleks Rehi Jari adalah dua kemanakan yang mengalami rumsh terbakar.

Penangkapan Rafel tidak disertai surat perintah penangkapan dan penahanan. Dia langsung dibawa ke Polsek Loura. Keesokan hari Rafel tidak kembali seperti dijanjikan Erik. Beberapa hari kemudian langsung dioper ke Polres Sumba Barat dan langsung ditempatkan di Lapas. Melihat begitu cepatnya proses itu Petrus P. Katoda, kerabat Rafel sempat mempertanyakan. Dijawab anggota polisi mereka didesak Kejaksaan untuk segera memproses masalah itu.

Surat perintah penangkapan dan penahanan baru keluar pada tanggal 8 – 10 – 2013 dengan No.Pol: SP.Han/37/IX/2013/Reskrim. Isinya, penahanan Rafel sejak 5 – 10 – 2013 s/d 24 – 10 – 2013, karena ada dugaan membakar kampung Rengga Pata milik orang Waijewa. Rafel malahan balik bertanya kepada Yuliana Lere Kodi, isterinya, apakah ada surat penangkapan dan penahanan buat dia. Mestnya kau yang lebih dahulu tahu, jawab Yuliana. Saya tidak pernah tahu, kata Rafel . Tapi ada sidik jari, lanjut isteri. Saya bisa tanda tangan, ko, pakai sidik jari. Hal ini dibenarkan juga oleh Martinus Rehi Ndoda karena Rafel pernah bersekolah walau sampai SD saja.

Jika benar sidik jari Rafe dipalsukan, jelas surat penangkapan dan penahanan itu cacat hukum. Yang menjadi pertanyaan orang-orang sekampung Rafel, mungkinkah Rafel seorang diri berani mendatangi sebuah kampung padat penghuni tanpa perlawanan? Martinus juga kesal karena selama kerusuhan Rafel tidak ke mana-mana karena siaga menjaga kampung Panga Denga dari serangan musuh. Andaikan semuanya benar, maka Rafel adalah salah satu korban dari ratusan orang yang terlibat kerusuhan.

Kini arus perekonomian dan hubungan sosial kedua kubuh menjadi terganggu, mungkin sampai waktu pelantikan.

( Frans W. Hebi – Seperti dilaporkan Martinus Rehi Ndoda, keluarga korban pada 19-10-2013 )

Show Buttons
Hide Buttons