Motto: Repetitio est Magistra Studiorum (Mengulang-ulang bahan pelajaran adalah pangkal dari belajar)
MaxFM, Waingapu – Kalau saja seorang siswa tamatan SMA menerapkan cara belajar yang baik (efektif dan efisien) selama 12 tahun , terhitung dari SD, maka jelas sudah mengumpulkan banyak ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan dan ketrampilan itu diperoleh dari bapak guru dan ibu guru, ditambah dengan membaca buku, dari orang tua serta pengalaman di masyarakat. Pengetahuan dan ketrampilan itu akan berakumulasi (bertimbun membanyak) dalam disket ingatan atau memori siswa. Dan bilamana pengetahuan dan ketrampilan itu dibutuhkan sewaktu-waktu, misalnya untuk berbicara di muka umum, berdiskusi, mengarang, atau menghadapi ujian, pengetahuan dan ketrampilan itu bisa dicolling untuk dimanfaatkan.
Menghadapi kenyataan dewasa ini tidaklah demikian. Padahal wilayah ingatan anak-anak/siswa sangat luas berbanding terbalik dengan wilayah ingatan orang tua yang semakin menyempit. Mengapa demikian? Sangat mungkin karena cara belajar siswa tidak efektif dan efisien. Mereka baru belajar semalam suntuk apabila esok hari ada ujian. Padahal untuk menghadapi ujian seharusnya siswa mempersiapkan diri jauh-jau hari.
Belajar yang efektif dan efisien itu bagaimana?
Pertama, selain jadwal pelajaran di sekolah,siswa harus membuat jadwal lagi menyangkut segala kegiatannya di rumah. Misalnya, kapan waktu belajar, rekreasi, makan, tidur, dsb.
Kedua, disiplin. Artinya jadwal yang sudah dibuat harus dilaksanakan, jika tidak maka semuanya akan percuma. Jadwal belajar juga perlu ditata lagi. Jika roster di sekolah dimulai dengan hari Senin hingga hari Sabtu, maka jadwal pribadi dimulai dari hari Senin hingga hari Minggu. Maksudnya, pelajaran untuk hari Senin serta tugas-tugas PR dsb dipelajari pada hari Minggu. Demikian juga pelajaran untuk hari Selasa dipelajari pada hari Senin. Dengan demikian tidak ada mata pelajaran yang terlampaui atau dianaktirikan. Tentu saja porsinya bisa berbeda. Pelajaran yang dirasa sulit harus diberi porsi lebih banyak dalam jadwal pribadi. Dan jangan pernah dikaitkan antara senang dan tidak senang terhadap guru dengan mata pelajarannya. Karena saat ujian anda tidak ditanya mata pelajaran apa yang disenangi supaya diujikan.
Ketiga, konsentrasi, baik dalam kegiatan belar-mengajar maupun dalam membaca/mempelajari catatan-catatan. Di kelas memang siswa mendengar guru tapi tidak semua mendengarkan. Sebab antara mendengar dan mendengarkan ada perbedaannya. Mendengar artinya, mungkin saja penjelasan guru sempat masuk telinga, tapi tidak dicamkan karena tidak berkonsentrasi. Kalau guru menanyakan kembali apa yang sudah dijelaskan, siswa tidak bisa menjawabnya. Sedangkan mendengarkan, itu dengan penuh perhatian, konsentrasi sehingga paham tentang apa yang sudah dijelaskkan oleh guru. Kalau ditanya siswa tersebut bisa menjawabnya.
Untuk berkosentrasi di kelas siswa harus menghindarkan hal-hal yang dapat mengganggu, misalnya main HP, baca buku cerita, baca surat dari teman, berbicara sendiri, mengganggu teman atau ribut-ribut. Karena otak kita tidak mampu menangkap dua atau beberapa pesan dalam waktu bersamaan. Dan sekali lagi diingatkan, jangan pernah dihubungkan antara senang dan tidak senang terhadap guru dan mata pelajarannya. Anda mendapat nilai merah dalam salah satu mata pelajaran itu berarti tidak lulus. Dan kalau tidak lulus apakah anda berani mengoreksi diri, ataukah guru yang dipersalahkan? Pengajar mengajar, pelajar belajar, itulah ungkapan yang senantiasa disematkan di dada anda.
Belajar itu hendaknya dijadikan hobi dan bukannya suatu paksaan apa lagi hukuman. Perlu diingat, bahwa pembangunan macam mana pun di dunia ini tidak pernah akan ada mana kala tidak ada manusia-manusia yang duduk di bangku sekolah selama bertahun-tahun. Dan manusia-manusia itu adalah anda.
Ingatlah bahwa masa depan anda ditentukan oleh apa yang anda lakukan pada hari ini. Yaitu belajar tekun. Siapa yang bekerja seperti hamba, dia akan makan seperti raja, demikian sebuah kalimat mutiara. Karena itu porsi waktu belajar hendaknya lebih banyak ketimbang yang lain-lain. Yang lain-lain tentu saja diperlukan juga seperti rekreasi, bermain, nonton dan tidur. Khusus untuk tidur seorang siswa butuh 6 jam dalam satu malam. Karena ini ada kaitannya dengan konsentrasi dan ingatan di sekolah.
Idealnya, selain mencatat semua mata pelajaran dengan teratur, siswa juga perlu menghimpun semua soal ulangan harian, ulangan tengah smester, ujian sekolah, ujian nasional di dalam sebuah map. Soal-soal itu dibahas bersama teman, yang tidak bisa dijawab ditanyakan kepada guru mata pelajaran. Karena sebenarnya soal-soal itulah yang diujikan, apakah untuk kenaikan kelas atau ujian akhir bagi kelas III.
Seringkali siswa melakukan kekeliruan dalam belajar guna menghadapi ujian. Hari-hari menjelang ujian mereka lebih banyak santai, bermain, ngobrol, jalan-jalan, nonton TV. Sehari menjelang ujian, mereka tidur sore sampai jam 6.00. Jam 7.00 dengan diselingi makan malam mereka nonton bersama keluarga. Setelah semua tidur, jam 12.00 tengah malam ketika sudah sepi barulah mereka belajar dengan maksud tidak ada gangguan lagi. Dia menjajal buku-buku serta catatan-cacatan yang berhubungan dengan mata ujian esok hari. Dia yakin bahwa dia sudah menghafal pelajarannya selama 4 jam, sampai jam 5.00 pagi. Jam 6.00 pagi dia mempersiapkan diri untuk ke ruang ujian.
Datang pengumuman hasil ujian, ternyata dia tidak lulus. Padahal dia yakin betul bahwa dia telah menghafal pelajarannya yang bakal diuji. Kalau kita bertanya mengapa dia tidak lulus, mungkin jawabannya adalah sebagai berikut:
Menurut penelitian, belajar yang efektif dan efisien itu harus diiringi dengan tidur GMC (tidur pulas atau nyenyak). Dan bukan sebaliknya tidur lebih dahulu seperti siswa tadi baru belajar. Karena dengan tidur nyenyak setelah belajar, maka apa yang dipelajari tadi akan melekat di ingatan. Dengan kata lain ingatan akan diawetkan. Sehingga saat menghadapi ujian siswa masih ingat apa yang dipelajarinya.
Siswa yang dikisahkan tadi melakukan sebaliknya. Dia tidur dulu baru belajar, kemudian langsung ke ruang ujian. Jadi tidak ada waktu untuk melekatkan atau mengawetkan ingatan, apa lagi badan sudah capai dan mengantuk.
Boleh jadi siswa telah melakukan cara yang benar. Dia belajar jam 8.00 sehabis makan malam sampai jam 10.00 untuk menghadapi ujian esok hari, lalu tidur jam 11.00. Tapi jam 5.00 pagi dia bangun lagi dan belajar. Padahal tadinya sudah mengahafal pelajarannya. Ini berarti saat menghadapi soal-soal ujian dia menjadi ragu karena apa yang sudah dihafal dikacaukan lagi dengan belajar tambahan. Banyak siswa yang sudah benar melingkar/menghitamkan jawaban, tapi kemudian dicoret dan diganti yang akhirnya menjadi salah. Hal ini disebabkan karena keraguan atau menduanya pikiran karena dikacaukkan oleh penambahan waktu belajar yang disebut Over-learning.[Penulis : Frans Wora Hebi – Tulisan ini sudah dibawakan di Radio Max 96.9FM dalam acara Sekolah di Radio, Sabtu, 07 November 2020]