MaxFM, Waingapu – Kasus pencurian ternak di wilayah hukum Polres Sumba Timur dalam kurun waktu 2018 dan 2019 terbanyak terjadi pada bulan Februari. Dimana tercatat untuk tahun 2018 dan tahun 2019, pada setiap bulan Februari ada enam kasus pencurian ternak yang dilaporkan. Sementara itu, di bulan-bulan lainnya hanya berkisar antara satu, dua hingga tiga laporan.
Kapolres Sumba Timur AKBP. Victor MT. Silalahi, menyampaikan hal ini dalam jumpa pers yang berlangsung di ruang press conference Mapolres Sumba Timur, Rabu (2/10/2019). Dijelaskannya dalam rekapan laporan kasus pencurian ternak yang masuk ke Polres Sumba Timur di tahun 2018 tercatat sebanyak 14 kasus pencurian, dan di tahun 2019 hingga September telah terjadi 11 kasus pencurian ternak yang dilaporkan ke Polres Sumba Timur, maupun di Polsek-Polsek yang ada di wilayah hukum Polres Sumba Timur.
“Kita belum tahu penyebabnya apa sampai kasus pencurian ternak di Sumba Timur ini paling banyak terjadi di bulan Februari, tetapi untuk dua tahun terakhir, khusus untuk bulan Februari tercatat masing-masing enam kasus” jelasnya.
Selanjutnya mengenai jenis ternak yang dicuri, Victor menjelaskan ternak besar seperti sapi, kuda, dan kerbau yang selalu menjadi sasaran pencurian. Sedangkan ternak kecil seperti kambing, domba dan babi justru tidak ada laporan kehilangan dari masyarakat.
“Dari 25 kasus pencurian ternak selama tahun 2018 dan 2019 ada 24 ekor sapi yang dicuri, kemudian kuda 14 ekor dan 10 ekor sapi, dengan total kerugian mencapai Rp 486 juta. Sedangkan kambing dan babi justru tidak ada laporan kehilangan,” jelasnya.
Mengenai modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku pencurian ternak menurut Kapolres yang didampingi Kasat Reskrim Polres Sumba Timur, Kasubag Humas Polres Sumba Timur, dan Kapolsek Pandawai dalam jumpa perss ini menjelaskan, kebanyakan para pencuri memanfaatkan ruang terbuka yang ada di padang rumput, karena masyarakat Sumba Timur masih cenderung menggembalakan ternak di padang secara lepas bebas.
“Karena ternaknya bebas di padang, sehingga modusnya lebih banyak dijerat para pencuri di padang, kemudian baru menjerat di kandang dan di pekarangan rumah pemiliknya,” urainya.
Karena itu, diharapkannya masyarakat bisa lebih mawas diri dengan lebih menjaga ternak peliharaannya dengan mengandangkan dan juga dijaga secara lebih ketat. Dengan demikian, masyarakat bisa mengetahui adanya kasus pencurian terhadap ternaknya secara lebih dini. “Banyak yang baru melaporkan ternaknya hilang setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan, karena masih berusaha mencari sendiri ternaknya. Akhirnya setelah kita menerima laporan, penyidik kita sering mengalami kesulitan dalam mengungkapnya,” tandas nya.(ONI)