MaxFM, Waingapu – Saya punya anak, dia punya kawan punya bapak baru dapat celaka. Dia punya motor ada masuk di got. Dia punya kaki dan dia punya tangan ada luka parah. Kebetulan saya punya bapa kecil punya anak punya suami ada dapat tau. Maka dia sudah yang tolong saya punya anak punya kawan punya bapa.
Hehe kebanyakan kata ‘punya’ , jadi ribet sekali cara membacanya, apalagi cara mengucapkan-nya. Tapi kami rata-rata di NTT ya begitulah cara ngomongnya. Anak saya, menjadi; saya punya anak. Kudanya anak saya, menjadi; saya punya anak punya kuda. Hehe jadi ingat penggalan lagu; “punya siapa ale pung cinta nonae, punya siapa ale pung sayang nonae….”
Suatu ketika seseorang datang ke rumah, dia tau nama saya, tapi saya tidak kenal, namun sempat bertemu beberapa kali. Dia tidak memperkenalkan dirinya, tapi menceritakan seolah begitu dekat dengan salah satu keluarga saya. Setelah nyerocos panjang lebar dia bilang: “Begini kakak, KITA PUNYA anak sudah mau berangkat kuliah ke Jawa. Kalau kakak ada uang saya mau minta pinjam untuk bekal KITA PUNYA anak”!
Haduh, datang dari lobang mana ini orang kok tiba-tiba berani minta pinjam uang? Lagi pula yang jelas bagaimana? Minta pinjam itu minta atau pinjam? Terus ‘kita punya anak’ itu anaknya siapa? Kapan saya nikah sama kau? Nekad benar ini orang.
Hehe, itu kisah nyata yang pernah saya alami. Sebenarnya ketika dia menggambarkan kedekatan dan menyebut ‘kita punya anak’, itu adalah strateginya untuk mendapatkan keberpihakan. Seolah bebannya juga menjadi beban saya atau beban bersama, tetapi ujung-ujungnya mau minta pinjam uang.
Untungnya saya sudah pasang strategi antisipasinya juga. Saya juga cerita dan pasang muka melas, padahal memang saya lagi fala juga. Untungnya lagi saya tidak meminjaminya satu sen pun, belakangan baru tau kalau itu orang memang suka ngutang sana-sini dan gak pernah bayar. Padahal seorang PNS yang gajinya lumayan. Sialan.
Tidak selalu bahwa ketika seseorang mengatakan ‘kita punya’ itu sebagai strategi meminta belas kasihan. Misalkan Anda pergi ke kampung mengunjungi seorang kawan bahkan yang baru kenal sekalipun lalu dia bercerita kepada Anda: “Kita punya babi ada sekian, su besar-besar. Itu kita punya kebun sampai di seberang bukit sana. Yang ada di bawah pohon besar itu juga kita punya hewan”.
Jangan Anda mengira bahwa dia sedang menyombongkan diri. Tidak. Kecuali dia bercerita dengan sedikit-sedikit ngomong ‘saya punya’. Misalnya: Ini saya punya. Itu saya punya. Di sana saya punya. Itu yang di sananya lagi itu juga saya punya. Nah kalo begini, bisa-bisa memang dia lagi menyombongkan diri bahkan mungkin hanya omong besar saja.
Tapi kalo sedikit-sedikit bilang kita punya, bisa jadi justru dia sedang menghormati Anda, bahwa apa yang dia miliki itu juga milik Anda. Gak percaya? Coba aja kalau kebetulan ada yang bercerita kita punya ini-itu ada sekian-sekian lalu Anda minta saja salah satu, pasti dapat. Tapi saya tidak jamin o, apa yang bakalan Anda dapatkan. Hehe.
Sekarang saya mau bilang sama Anda; Kita punya anak su ada dua orang yang kuliah. Saya punya tanah dia punya sertifikat atas nama saya sendiri. Boleh saya simpan saya punya sertifikat lalu tolong kau kasih uang sama saya untuk biaya kuliah kita punya anak? Kita punya anak sekarang ada tunggu kita punya kiriman na.
Apa dengan mengatakan kita punya anak ini saya sedang pasang strategi supaya dikasihani dan diberi utangan? Hehe saya bisik aja ya: iya. Serius! [Oleh: Yongky H. Suaryono]
Waingapu, Oktober 2017
Ale: kamu/anda
Pung: punya
Fala: miskin/ tidak ada uang.