MaxFM, Waingapu – Praktek penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran kelas rendah di sembilan Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Haharu harus bisa direplikasi ke kecamatan lain.
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesment Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo menegaskan hal ini saat bersama tim INOVASI Jakarta, Provinsial Manager INOVASI NTT, Hironimus Sugi, dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur, Yunus D. Wulang memantau praktek penggunaan bahasa ibu di kelas 1, 2 dan 3 Sekolah Dasar Masehi (SDM) Kapunduk, Desa Rambangaru, Kecamatan Haharu, Sumba Timur, Selasa (28/09/2021).
Anindito menegaskan bahasa ibu sebagai bahasa perantara pembelajaran adalah sebuah praktek baik yang sesungguhnya sudah lama diinginkan terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia, namun belum dapat diterapkan, dan apa yang sudah dilakukan guru-guru, satuan pendidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur, Program INOVASI dan Yayasan Sulinama adalah sebuah langkah awal yang baik dan patut untuk direplikasi ke sekolah lain, bahkan daerah lain di Indonesia.
Ditegaskannya pihaknya senang sekali bisa hadir di SDM Kapunduk dan bisa menyaksikan apa yang terjadi di Sumba Timur karena walau di tengah Pandemi dan proses pembelajaran tatap muka baru kembali dimulai, semangat guru-guru untuk kembali membimbing anak-anak masih tetap tinggi.
“Apa yang kami saksikan di kelas tadi adalah bukti bahwa perubahan itu sesungguhnya ada di tangan oleh bapak/ibu guru, sedangkan kami di kementerian hanya mencoba memfasilitasinya melalui regulasi,” ungkapnya.
Karena itu praktek penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar di kelas bawah di sembilan SD yang ada di Kecamatan Haharu menurut Anindito harus bisa didorong agar mampu direplikasi ke sekolah-sekolah lain yang ada di 21 kecamatan lain di Kabupaten Sumba Timur bahkan Provinsi NTT dan Indonesia umumnya.
“Terima kasih sekali untuk praktek baik yang sudah bapak/ibu lakukan untuk pendidikan anak-anak kita di Sumba Timur,” jelasnya.
Menurutnya penggunaan bahasa ibu ini sangat baik karena menjadi pengantar yang tepat bagi anak-anak untuk memahami pengetahuan yang diberikan oleh guru. Sebab dengan demikian anak-anak lebih mudah memahami pelajaran yang diberikan guru.
“Kalau langsung menggunakan bahasa Indonesia, sama dengan dipaksa belajar dua kali sekaligus. Jadi ibarat kita yang bahasa ibunya bahasa Indoensia belum tahu membaca kita harus langsung belajar bahasa Inggris,” tandasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur, Yunus D. Wulang pada kesempatan tersebut menguraikan apa yang dilakukan saat ini dengan menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar di kelas rendah cukup mempercepat proses pembelajaran dan pengetahuan anak-anak tentang pengetahuan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung (calistung).
“Setelah hampir dua tahun BdR (belajar dari rumah) dengan segala tantangannya saat ini tekad kita adalah anak-anak harus bisa kemampuan dasar Calistung,” tegasnya.
Untuk upaya replikasi penggunaan bahasa ibu di kecamatan lain di Kabupaten Sumba Timur, Yunus mengaku akan memperjuangkannya termasuk dengan upaya untuk kesinambungan program ini setelah program INOVASI berakhir tahum 2023 mendatang.
Fasilitator daerah (Fasda) Program INOVASI, Gerson Naru secara terpisah mengungkapkan penggunaan bahasa ibu di kelas bawah terutama kelas 1 SD sangat membantu anak-anak untuk mengenal huruf, baik bentuk hingga cara menuliskannya secara benar, kemudian bagaimana membuat suku kata, kata hingga kalimat.
Karenanya dengan pola pembelajaran ini, menurut Gerson hanya membutuhkan waktu satu hingga dua bulan untuk anak-anak bisa membaca dengan baik. “Kita mulai dengan pengenalan huruf terhadap benda-benda yang ada di sekitar rumah anak-anak sehingga anak-anak lebih cepat memahami nya,” tandasnya.
Hadir pula dalam kegiatan ini Kepala Bidang Pendidikan SMA/SMK Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Mathias Beeh, Senior Adviser and System Police Program INOVASI Jakarta, Basilius Bongeteku, Sekretaris (BSKAP) Kemenristekdikti dan juga guru-guru sasaran dari sembilan SD di Kecamatan Haharu.(ONI)