MaxFM, Waingapu – Apa itu Learning Loss (Kehilangan Pembelajaran)?
Learning Loss (Kehilangan Pembelajaran) merujuk kepada sebuah kondisi hilangnya sebagian kecil atau sebagian besar pengetahuan dan keterampilan dalam perkembangan akademis yang biasanya diakibatkan oleh terhentinya proses pembelajaran dalam dunia pendidikan.
Learning Loss (Kehilangan Pembelajaran) bisa diakibatkan oleh banyak hal, salah satu penyebabnya adalah terlalu lamanya siswa tidak masuk sekolah baik karena libur ataupun karena proses Belajar dari Rumah (BdR) untuk memastikan siswa aman dari paparan virus Corona seperti yang terjadi sejak bulan Maret 2020 sampai kini
Dalam tulisannya Le Thu Huong dan Teerada Na Jatturas, spesialis Pendidikan untuk UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) dalam artikel yang mereka yang berjudul “The Covid-19 Induced Learning Loss – What Is It and How It Can be Mitigated?” mengatakan bahwa kondisi dunia Pendidikan di masa pandemi memberikan “ancaman” tersendiri bahwa peserta didik kemungkinan besar mengalami Learning Loss (Kehilangan Pembelajaran). Penutupan sekolah kemungkinan besar akan menyulitkan pengembangan keterampilan, memperbesar disparitas dalam pembelajaran, dan pada akhirnya bermuara kepada pengurangan pembelajaran pada siswa.
Seperti dikisahkan oleh ibu Dyah Puranti seorang guru kelas 1 dari SDN Purbalingga Lor, Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah yang mengkhawatirkan bahwa salah satu siswanya lupa cara menghitung pengurangan bilangan ratusan 500 – 189, karena terlalu lama meninggalkan pembelajaran tatap muka di sekolah dan belajar di rumah dengan supervisi minimum dari guru. Contoh lain adalah kondisi dimana siswa kelas 1 yang sudah mulai bisa membaca kata, kemudian kembali lagi terbata-bata membaca atau bahkan lupa beberapa alfabet yang sebelumnya sudah diketahui.
Salah satu cara agar siswa tetap dapat belajar namun sekaligus tetap dalam kondisi aman dari paparan Covid-19 adalah dengan menggunakan pembelajaran moda daring (Dalam jaringan). Guru masih dapat mengajari siswanya dengan bantuan platform daring seperti zoom meetings, atau googlemeet, atau aplikasi lain seperti classroom atau Edmodo.
Namun demikian, kondisi Pembelajaran Jarak jauh seperti di atas sepertinya sulit diterapkan dalam situasi dimana siswa berada di daerah tuna-sinyal (Sebuah istilah yang dipinjam penulis dari atasannya). Siswa yang berada di daerah dimaksud mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk belajar, membuat mereka beresiko lebih tinggi mengalami kehilangan pembelajaran dibandingkan rekan-rekannya yang tinggal di daerah bersinyal baik. Pun demikian halnya dengan siswa yang kondisi tempat tinggalnya sulit dijangkau guru ketika mereka melakukan kegiatan pendampingan belajar dari satu rumah siswa ke rumah yang lain.
Apa dampak Learning Loss (Kehilangan Pembelajaran)?
Jika kondisi ini terus berlanjut maka dikhawatirkan akan banyak siswa yang pengetahuan dan keterampilannya tidak sebaik sebelum pandemic terjadi. Sebagai ilustrasi apabila siswa kelas 2 Sekolah Dasar yang seharusnya sudah lancar membaca teks pendek kemudian menjadi kurang lancar membaca, maka ketika tahun ajaran depan ia duduk di bangku kelas 3 akan mengalami kesulitan memahami bacaan. Ini akan menyulitkan siswa di kelas atas (Kelas 4, 5, dan 6) nantinya, karena mata pelajaran lain (seperti Ilmu IPA, IPS, PKn dll) sudah mengharuskan mereka memahami bacaan-bacaan yang terkait dengan mata pelajaran tersebut. Ini tentunya akan berpengaruh ketika siswa duduk di Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) dan seterusnya sampai ke Sekolah Menengah Atas. Dapat dibayangkan apabila ini kemudian berlanjut, Sumber Daya Manusia seperti apa yang kemudian akan kita hasilkan?
Apa yang dapat kita lakukan?
Terlalu optimis rasanya bila kita berharap bahwa tidak terjadi Learning Loss (Kehilangan Pembelajaran) pada siswa setelah melewati proses BdR selama 1 semester di tahun akademik 2020/2021. Namun masih banyak yang kita bisa lakukan dalam memitigasi dampak Learning Loss ini. Penulis menuliskan kata “Kita” karena semua pihak dan bukan hanya guru yang harus bekerja sama untuk meminimalisir terjadinya Learning Loss.
Upaya yang dilakukan oleh ibu Reni Sari Bunga seorang kepala sekolah di Kabupaten Tana Tidung, provinsi Kalimantan Utara nampaknya dapat dijadikan salah satu acuan bagi Satuan Pendidikan (Sekolah) untuk tetap memberikan kesempatan pada peserta didiknya untuk bisa tetap belajar. Ibu Reni Sari Bunga bersama tim guru menggunakan perahu mengunjungi para siswa yang tinggal di seberang sungai Sesayap untuk mengantarkan bahan ajar dan membawa buku-buku cerita anak yang dapat anak baca di rumah. Sungai Sesayap adalah salah satu sungai yang membelah provinsi Kalimantan Utara. Sangat besar ukurannya dan kadang bergelombang, belum lagi hewan buas bernama buaya yang kadang santai berseliweran. Ketinting (Perahu kecil bermotor satu) yang mereka tumpangi harus kembali lagi ke Tideng Pale karena sempat oleng. Merekapun akhirnya berganti perahu yang lebih besar agar bisa tetap aman tiba di seberang.
Upaya lain juga dapat dilakukan oleh lingkungan sekitar dimana anak tinggal. Akan baik jika di tingkat RT (Rukun Tetangga) terdapat Taman Baca Masyarakat. Penggerak TBM dapat membantu siswa dengan cara meminjamkan koleksi bukunya secara bergiliran. Anak dapat mengunjungi TBM secara terjadwal. Tirsa hardiyanti salah satu relawan di Rumah Baca Pulogebang yang berlokasi di Kelurahan Pulo Gebang, Cakung Jakarta Timur menceritakan, orang tua siswa atau siswa datang ke rumah baca. Hanya 1-2 orang saja dapat masuk ke rumah baca untuk meminjam buku, kemudian siswa lain akan datang 30 menit kemudian. Tirsa juga mengungkapkan bahwa siswa digaruskan mengenakan masker, dan membasuh tangan sebelum masuk ke area Rumah Baca Pulogebang.
Dukungan dari media yang menampilkan materi-materi yang terkait dengan pembelajaran juga akan sangat membantu siswa ketika mereka belajar dari Rumah. Seperti yang dilakukan Radio RRI di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara, dan juga Radio MaxFM di kota Waingapu Sumba Timur. Radio MaxFm kerapkali menyiarkan bincang materi yang berkaitan dengan pelajaran Bahasa Indonesia di salah satu siarannya, Belajar Bahasa Indonesia yang diasuh Founder sekaligus penyiar radio tersebut Heinrich Dengi bersama dengan salah satu pensiunan guru Bapak Frans Wora Hebi di hari Sabtu setiap minggunya. Sementara Radio Republik Indonesia Malinau secara rutin mengundang guru-guru di kabupaten tersebut untuk ikut siaran materi terkait pembelajaran.
Yang terkahir adalah apa yang dapat guru lakukan sebagai salah satu aktor penting dalam mengurangi resiko Learning Loss.
Di awal semester ke II ini dengan kondisi bahwa kemungkinan besar siswa mengalami kehilangan pembelajaran pada semester I, maka disarankan agar guru dapat terlebih dahulu melakukan pre-assessment (Pra-penilaian) untuk memetakan kesiapan siswanya sebelum membuat bahan ajar semester II. Apabila ternyata ada siswa yang mengalami menurun kemampuannya maka guru dapat menyesuaikan bahan ajar yang akan diajarkan pada semester II ini. Jika siswa dipaksakan untuk langsung belajar materi semester II yang mereka belum paham, maka dikhawatirkan bahwa siswa akan stress dan akhirnya tidak dapat menyerap apa yang dipelajari (Renata Numela Caine dalam 12 Brain/Mind Learning Principle in Action: 2008)
Bila merujuk pada teori belajar Vigotsky yakni Zone of Proximal Development (Zone Perkembangan Proksimal) dikatakan bahwa siswa dapat mempelajari hal baru dengan baik apabila siswa sudah punya sedikit pengetahuan awal ditambah dengan bimbingan guru melalui pembelajaran yang tepat. Pembelajaran dapat terjadi jika tantangan berada pada level yang tepat dengan kesiapan siswa. Hal senada juga dikatakan oleh Robert J. Marzano dalam bukunya Building Background Knowledge (2004) yang mengatakan bahwa apa yang sudah siswa ketahui tentang topik baru yang akan dipelajari dapat menjadi indikator seberapa berhasil siswa menguasai topik ini.
Karenanya, menjadi hal penting untuk mengetahui sampai dimana kesiapan siswa terhadap sebuah materi ajar.
Demikian, bahwa butuh semua elemen masyarakat yang berada di sekitar anak untuk bekerja sama bahu-membahu agar siswa dapat terus mendapatkan hak mereka untuk belajar, meskipun pandemi membatasi langkah anak-anak kita. Sekolah dan juga guru membutuhkan bantuan kita semua untuk memastikan bahwa anak belajar. Kita semua bisa membantu anak untuk meminimalisir Learning Loss yang diakibatkan oleh pandemi ini jika kita mau membuka mata dan membuka hati kita lebih lebar.
[Penulis : Evi Silvian Rospita – Pegiat Pendidikan]
Bibliography:
1. Definisi Learning Loss: https://www.edglossary.org/learning-loss/
2. Building Background Knowledge For Academic Achievement: Research on What Works in School; Robert J. Marzano; 2004
3. 12 Brain/Mind Learning Principle in Action: Developing Executive Functions of the Human Brain; Renata Numela Caine; 2008
4. https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/puspendik-public/FINAL%20Buku%20saku%20Asesmen%20Kognitif%20Berkala.pdf
5. https://www.ukfiet.org/2020/the-covid-19-induced-learning-loss-what-is-it-and-how-it-can-be-mitigated/
Keren.,
Semoga bisa jadi inspirasi bagi teman2 guru untuk tetap semangat mengajar kreatif di masa Pandemi Covid-19 saat ini.
Semoga pak,
Terima kasih
Mohon tanggapan dari penulis:
1. Mungkin ada kiat-kiat lain untuk tindaklanjut dari pengukuran kemampuan siswa dan langkah konkrit yang bisa dilakukan oleh guru-guru, mungkin tidak semua guru mampu mengembangkan formative assessment sendiri dan mengembangkan bahan ajar sesuai dengan hasil pengukuran.
2. bagaimana dengan pendekatan yang sesuai dengan kemampuan anak sedangkan kurikulum berlaku hal yang sama untuk semua anak, bagaimana strategi pembelajaran yang bisa memenuhi kebutuhan guru dan siswa di daerah tuna sinya;?
mungkin bisa dishare pengalaman dari wilayah-wilayah lain..
Terima kasih..
Hallo ibu Arie,
Terima kasih responnya.
Berikut jawaban saya,
Untuk tindak lanjut guru dapat mendisain pembelajaran berbeda sesuai dengan kesiapan siswanya.
Yang dilakukan oleh rekan-rekan guru di Kabupaten Tana Tidung adalah berkumpul secara daring saat KKG, kemudian mengembangkannya bersama. Sebagai ilustrasi saja, misalnya di 1 KKG (Kelompok Kerja Guru) ada 4 sekolah. Guru-guru kelas 1 dapat berkumpul bersama dan kemudian melihat hasil Formative Assessment kemudian ditelaah bersama ibu. Selanjutnya dianalisa kesamaan dan perbedaannya. Kemudian diputuskan bersama akan membuat Lembar Aktifitas Siswa (LAS) yang seperti apa yang sesuai dengan kesiapan siswa. Misalnya 1 guru dari sekolah A membuat LAS siswa kelas 1 bagi siswa yang baru siap membaca level suku kata, dan guru ke-2 membuat LAS untuk membaca kata dst. Sehingga dengan demikian di satu KKG guru hanya perlu membuat 1 jenis saja. Untuk tingkatan kesiapan siswa yang berbeda dapat disiapkan oleh guru lain. Ketika kembali ke sekolah masing-masing maka guru membawa berbagai jenis LAS untuk kesiapan yang berbeda-beda, dan jika diperlukan LAS ini dapat disesuaikan dnegan kondisi siswa di sekolah masing-masing.
LAS ini kemudian diberikan kepada siswa di daerah tuna-sinyal oleh masing-masing guru kepada siswa masing-masing. Biasanya seminggu sekali atau 2 hari sekali tergantung kesiapan sekolah mendukung kegiatan pengantaran LAS untuk siswa.
Ada lagi sekolah yang bekerja sama dengan HRD di perkebunan sawit. Gurunya berkomunikasi dengan pihak perkebunan, mengirimkan soft-copy LAS pada pihak HRD lalu pihak HRD bantu mencetak (mengeprint) lalu kemudian mendistribusikan ke pegawai perkebunan yang anaknya belajar di sekolah guru dimaksud.
Demikian ibu, semoga dapat menjawab pertanyaan ibu ya.
Salam,
Evi
2. bagaimana dengan pendekatan yang sesuai dengan kemampuan anak sedangkan kurikulum berlaku hal yang sama untuk semua anak, bagaimana strategi pembelajaran yang bisa memenuhi kebutuhan guru dan siswa di daerah tuna sinya;?
Kurikulumnya memang sama di mana Kompetensi dasar (KD) merupakan tujuan utama. Guru-guru dapat secara berkelompok atau mandiri menelisik kembali KD tertentu. Kemudian melihat, di KD yang mejadi tujuan itu, ada keterampilan apa (skill) yang harus siswa ketahui untuk bsia mencapainya? kemudian kita buat soal pre-assessment nya baru kemudian kita buat LAS yang sesuai ibu.
Heheh pertanyaan ibu sangat komprehensif, terima kasih.
Rasa-rasanya saya harus menulis 1 artikel khusus untuk menjawab pertanyaan ibu secara lebih rinci ya
Hallo pak Birrul,
Terima kasih atas komentarnya.
Benar sekali pak, dalam salah satu strategi Manajemen Kelas yang ditulis oleh Robert J. Marzano dalam bukunya “A Handbook For Classroom Management That Works” juga menyepakati bahwasanya kepedulian guru, kompetensi guru, membawa pengaruh baik bagi siswa dalam menumbuhkan kepercayaannya pada guru. Jika ini terjadi maka siswa akan mudah mengikuti aturan kelas yg sdh disepakati bersama antara guru dan siswa. Jika demikian maka kelas akan menjadi lebih tertib, sehingga permasalahan di kelas akan lebih sedikit sehingga guru bisa dapat lebih menggunakan waktunya untuk mengajarkan konten. Ini juga disampaikan oleh Rick Smith, dalam bukunya Conscious Classroom Management.