MaxFM, Waingapu – Minggu pertama di bulan Januari tahun 2018, media sosial di Sumba Timur dihangatkan oleh sebuah informasi tentang rusaknya sebuah infrastruktur jalan di Desa Laindeha, Kecamatan Pandawai akibat diterjang banjir bandang. Informasi tersebut diunggah akun bernama Kulla Jend Lay Ria tanggal 2 Januari2018. Unggahan ini telah mengundang lebih kurang 500 like and comment pada sebuah akun group facebook Sumba News. Jumlah Like and comment diperkirakan lebih banyak karena ditautkan ke grup-grup lainnya. Sebelumnya, jarang terjadi ‘perbincangan hangat’ seperti ini di antara warga ketika terjadi kasus-kasus rusaknya sebuah fasilitas publik. Kerusakan-kerusakan tersebut biasanya diterima secara ‘dingin’ sebagai bentuk kepasrahan terhadap kenyataan atau sebagai kelaziman.
Fenomena dan kecenderungan (trend) warga dunia maya untuk menginformasi kejadian-kejadian aktual yang ada di sekitar mereka akhir-akhir ini mulai bergeliat. Fenomena ini sebagai bagian dari tumbuhnya jurnalisme warga. Jika sebelumnya, informasi dan dialog-dialog dunia maya hanya berorientasi pada diri sendiri atau kelompoknya (selfish), namun akhir-akhir ini orientasi pemberitaan pada masalah kepublikan mulai mendapat ruang. Tentu ini sebuah fenomena yang baik karena akan berkontribusi positif terhadap perbaikan masalah pelayanan publik.
Dalam wikipedia online jurnalisme warga (citizen journalism) didefinisikan sebagai kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita (https://id.wikipedia.org/wiki/Jurnalisme_warga). Masyarakat dalam definisi ini merujuk pada masyarakat umum yang bukan jurnalis profesional namun melakukan kegiatan-kegiatan jurnalistik, seperti melakukan pengumpulan informasi dan mempublikasi. Publikasi berita dan informasi memanfaatkan jaringan internet. Jaringan internet memungkinkan antara jurnalis warga dan audiens melakukan komunikasi dan saling memberikan komentar misalnya dalam aplikasi facebook. Sehingga, posisi antara jurnalis sebagai pencari dan penulis berita, narasumber sebagai muasal berita, dan audiens sebagai konsumen berita sudah lebur begitu cair. Ini merupakan ciri khas dari jurnalisme warga. Menurut Gillmor kemunculan ekosistem media baru seperti ini memungkinkan adanya percakapan multidirectional yang memperkaya dialog di tataran masyarakat sipil (Widodo, 2010). Melalui jurnalisme warga maka semua orang adalah konsumen, semua orang adalah distributor, semua warga menjadi agregator, dan semua orang adalah produser dari sebuah informasi (Pattiradjawane, 2008).
Kembali ke kasus rusaknya jalan di Desa Laindeha, bahwa reaksi publik dunia maya terhadap kasus di atas bukanlah kasus pertama. Sebelum mengakhiri tahun 2017 publik sudah sempat dihangatkan oleh beberapa viral berita. Yaitu, informasi banjir bandang di Kelurahan Temu, tanggal 18 Desember 2017. Informasi ini menghadirkan ‘adu argumentasi’ antara pejabat publik level Kelurahan dan level Kabupaten, tepatnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tentang siapa yang harus bertanggungjawab dalam memberikan bantuan terhadap para korban banjir. Kasus berikutnya yang sempat viral tertangkapnya beberapa pejabat publik setingkat Kecamatan dan Desa karena kasus perjudian pada tanggal 22 Desember 2017.
Aktivitas jurnalisme warga yang mempublikasi fakta melalui media sosial tentang kejadian dilingkungan sekitar mereka patut di apresiasi. Melalui sebuah paragraf kalimat dan gambar atau foto yang diunggah mampu menciptakan ruang dialog yang inklusif di antara berbagai pihak, mulai dari masyarakat biasa sampai pejabat, pemerhati, mungkin juga ahli terhadap sebuah masalah.
Kembali pada kasus-kasus unggahan warga di atas, tulisan ini sendiri tidak ingin masuk pada domain penilaian-penilain teknis mengkaji dan menguji sebab musabab terjadinya beberapa kejadian di atas. Biarlah ahlinya yang berbicara atau melakukan pengkajian terhadap masalah tersebut dan menjelaskan kepada publik sebab musababnya agar bisa menjadi pembelajaran dan perbaikan kualitas sebuah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hak kita sebagai warga adalah mendapatkan informasi dan klarifikasi dari pihak-pihak yang berkompeten dibidangnya. Misalnya, terkait dengan kasus rusaknya jalan di Desa Laindeha sudah ada penjelasan oleh pihak terkait yang bisa diketahui melalui beberapa media lokal atau media arus utama. Sementara untuk kasus judi yang dilakukan beberapa pejabat publik, publik masih menanti bagaimana kelanjutan dari kasus tersebut.
Kekuatan Masyarakat Dunia Maya
Tulisan singkat ini ingin melihat sisilain dari kasus-kasus tersebut. Bagaimana respon publik terhadap viral berita tersebut. Komentar reaksi publik melalui akun-akun mereka menghasilkan tekanan publik. Tekanan tersebut, nampaknya mendorong beberapa pihak merespon kasus ini. Pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama dinas terkait dan kontraktor merupakan pihak yang merespon tekanan tersebut. Mereka melakukan peninjauan langsung ke lokasi kejadian paska DPRD mengeluarkan surat instruksi untuk melakukan klarifikasi lapangan.
Penulis menyakini, reaksi cepat yang diperlihatkan DPRD tidak serta merta muncul begitu saja. Tetapi merupakan dampak tekanan kegiatan jurnalistik warga yang disuarakan melalui media sosial. Pada satu sisi, ketika fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan pelayanan publik maupun kebijakan publik oleh lembaga-lembaga formal masih lemah maka dibutuhkan “kekuatan mitra”. Kekuatan mitra dimaksud adalah kekuatan masyarakat dunia maya. Kekuatan dimaksud bisa menstimulasi tumbuhnya sikap sensitif terhadap permasalahan publik maupun membantu lembaga-lembaga formal seperti DPRD mengfektifkan fungsi kontrol mereka. Pada sisilain, meskipun baru sebatas menghasilkan respon cepat (reaktif) oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan bertanggunjawab, tetapi jika aktivitas jurnalistik warga dilakukan secara berkesinambungan dapat mendorong lahirnya tindakan-tindakan yang melembaga (institutionalized) oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan bertanggunjawab. Mereka menjadi lebih persuasif dan tidak sekadar reaktif, mulai dari aspek perencanaan sampai pada pelaksanaannya sebuah kegiatan pembangunan. Tindakan-tindakan melembaga dimaksud akan berkontribusi positif terhadap perbaikan kualitas pelayanan publik secara gradual.
Geliat jurnalisme warga akhir-akhir ini merupakan peluang yang baik mendorong lahirnya respon cepat terhadap berbagai permasalahan yang berada di daerah ini. Bagi masyarakat, keterisolasian wilayah, atau keterbatasan daya jangkau media arus utama bukan lagi hambatan untuk mengetahui, memantau dan menyuarakan jalannya penyelenggaraan pelayan publik di pelosok-pelosok desa. Sementara bagi penyelenggara pelayan publik, hadirnya jurnalisme warga semakin mudah mengawasi penyelenggaraan pelayan publik yang berada di garis terdepan (front liner) pelayanan publik. Oleh sebab itu kehadiran jurnalisme warga patut kita dukung secara positif. Sembari mendorong para jurnalis warga tetap menghadirkan aktualitas informasi, kebenaran dan akuntabilitas informasi (fakta), relevansi dan nilai kepublikan dari sebuah informasi.
Penulis mencatat dua point positif dari geliat jurnalisme warga: Pertama, informasi yang bersumber dari kegiatan jurnalistik warga akan dapat mendorong hadirnya respon cepat (quick response) oleh penyelenggara pelayanan publik terhadap kasus-kasus yang sifatnya darurat. Kedua, bagi warga sendiri memanfaatkan aktivitas jurnalisme warga sebagai jalan cepat (shortcut) menyampaikan kejadian pada pihak yang berkepentingan yang membutuhkan tindakan cepat tanpa dihalangi prosedur yang birokratis. (Stepanus Makambombu, Direktur Stimulant Institute Sumba)