MaxFM, Waingapu – Peristiwa kawin tangkap kembali menghebohkan publik jagat maya.
Sebab video kawin tangkap yang terjadi beberapa waktu lalu menyebar secara cepat melalui WAG dan mendapat reaksi beragam.
Video ini memperlihatkan adanya seorang anak gadis yang sedang berdiri di sebuah persimpangan jalan.
Selanjutnya sejumlah laki-laki datang dengan berlari dan langsung menangkap dari belakang gadis ini dan membawanya secara paksa ke sebuah mobil pick up yang parkir tidak jauh dari posisi sang gadis berdiri tadi disertai teriakan kayaka.
Setelah berhasil membawa gadis ini naik ke mobil, sopir mobil tersebut langsung tancap gas dan meninggalkan tempat tersebut dengan kecepatan tinggi.
Melihat hal tersebut, Ketua BPMJ GKS Jemaat Praikauki, Pdt. Aprisa Taranau mengaku sangat terkejut peristiwa kawin tangkap seperti ini masih terjadi di tanah Sumba.
Menurutnya, mantan Ketua Peruati Sumba ini menegaskan peristiwa ini sungguh miris sekaligus menyedihkan bagi dirinya dan juga sesama pejuang kaum perempuan di Sumba.
Sebab perjuangan untuk membangun kesadaran masyarakat terkait hal ini, sudah dilakukannya bersama banyak pegiat perempuan sejak tahun 2009 silam.
“Saat saya melihat video itu, saya tidak bisa memberi respon cepat seperti biasanya. Karena saya justru berpikir, apakah yang kami lakukan selama ini benar-benar tidak berdampak bagi pengetahuan masyarakat ya,” ungkapnya.
Menurutnya perempuan yang mengalami proses pernikahan dengan kawin tangkap atau pernah menjadi korban kawin tangkap pasti mengalami trauma dan merasa diri mereka tidak lagi berharga.
Karenanya semua pihak harus bersinergi membangun kesadaran di masyarakat bahwa semua anak baik perempuan maupun laki-laki adalah berharga dan istimewa.
Untuk itu, setiap anak laki-laki harus mampu menghargai semua anak perempuan sebagaimana mereka menghargai saudari atau ibu mereka dan bisa memutuskan tidak terlibat atau jalani kehidupan rumah tangga mereka yang diawali dengan kawin tangkap.
Diharapkannya peristiwa kawin tangkap yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya ini bisa menjadi yang terakhir terjadi, agar perempuan Sumba bisa menentukan pilihannya sendiri membangun rumah tangga dengan pria yang dicintainya.
“Sebagai perempuan dan sebagai pemimpin GKS Praikauki berharap ini adalah yang terakhir agar jangan ada lagi perempuan yang mengalami trauma karena kawin tangkap,” harapnya.
Mengenai apakah kawin tangkap ini adalah budaya orang Sumba atau bukan, Pdt. Aprisa menolak memberikan pandangan, karena hal ini akan menjadi bahan diskusi yang bisa tidak berujung.
“Apakah ini budaya orang Sumba atau tidak, akan ada beragam pandangan dan butuh diskusi yang panjang untuk menjelaskannya,” tandasnya.(TIM).