MaxFM, Waingapu – Illegal fishing atau penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan bahan peledak di Pantai Utara Sumba Timur hingga kini masih sulit untuk dihentikan. Pasalnya pemerintah memiliki keterbatasan peralatan untuk pengamanan laut, sedangkan nelayan lokal hanya bisa menonton nelayan luar Sumba menangkap ikan dengan bahan peledak.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Timur, Markus K. Windi, S.Pi., M.Si., menyampaikan hal ini kepada MaxFm melalui sambungan telepon dengan Radio MaxFm Waingapu, Selasa (16/3/2021). Dijelaskannya berbagai upaya koordinasi dan penindakan di lapangan terus dilakukan, namun panjangnya garis pantai di Kabupaten Sumba Timur membuat pemerintah kesulitan untuk mampu memastikan zero illegal fishing.
“Beberapa tahun lalu kita berhasil menangkap sejumlah nelayan dan diproses sampai ke pengadilan. Tetapi keterbatasan peralatan jadi kendala pengawasan rutin kita,” ungkapnya.
Markus menuturkan saat ini kewenangan pengawasan tindakan illegal fishing di laut sudah tidak lagi menjadi kewenangan pemerintah kabupaten, karena sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui satuan pengawas sumber daya kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, dan Polisi Air termasuk dengan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas).
“Semua kantor cabang nya sudah ada di Waingapu. Tetapi keterbatasan sumber daya terutama kapal pengawas tetap jadi kendala,” ungkapnya.
Walau kewenangan pengawasan sudah tidak lagi ada di tangan pemerintah kabupaten, selaku yang punya wilayah pemerintah kabupaten tetap mengambil peran koordinasi dan pelaporan terhadap adanya aktivitas illegal fishing di perairan Sumba Timur.
“Kita juga tetap lakukan koordinasi dan bekerja sama untuk pengawasan ini,” ungkapnya.
Pasalnya jika praktek illegal fishing terus terjadi di perairan Sumba Timur, bukan tidak mungkin suatu saat nanti masyarakat Sumba Timur harus mengkonsumsi ikan dari luar Sumba Timur karena rusaknya biota laut terutama terumbu karang yang menjadi rumah bagi ikan.
“Jangan sampai ikan yang kita makan hari ini, berapa tahun ke depan anak-anak kita tidak bisa makan karena ikan tidak lagi ada di laut kita,” ungkapnya.
Markus menambahkan, untuk membantu Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT, pihaknya juga memiliki informan di lokasi yang menjadi tempat illegal fishing. Namun seringkali saat ditemukan masyarakat, hanya bisa ditonton saja dari darat karena ketiadaan peralatan yang bisa digunakan untuk mengusir bahkan menangkap para nelayan nakal dari luar Pulau Sumba tersebut.
“Masyarakat kita takut juga kalau hanya dengan peralatan seadanya mengejar mereka (pelaku illegal fishing). Jadi hanya bisa nonton saja karena panjang garis pantai kita di Sumba Timur ada 466,3 kilo meter,” tandasnya.(TIM)
Dengan membaca berita tentang ilegal fishing atau pemboman ikan di wilayah laut sumba timur saya sarankan aktif kan secara rutin pada jagawana laut dan kkp agar mengatasi peristiwa yg ada.hal ini sangat merugikan masyarakat nelayan sumba timurb.terumbu karang dan habitat lainnya pasti rusak.