Scroll to Top
Pengetahuan Pelaku UMKM Tentang Regulasi Pangan Masih Minim
Posted by maxfm on 26th Oktober 2020
| 1366 views

MaxFM, Waingapu – Pengetahuan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tentang regulasi yang mengatur tentang keamanan pangan dan bagaimana menghasilkan pengawet pangan secara mandiri dan aman bagi konsumen masih minim. Sosialisasi, pembinaan dan pengawasan kepada pelaku UMKM secara berkelanjutan menjadi penting karena sektor UMKM adalah sektor paling besar yang menggerakkan ekonomi masyarakat Indonesia.

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Prof. Dr. Noor Erna N.S. menyampaikan hal ini dalam materinya saat menjadi panelis pada acara talkshow peningkatan kemampuan masyarakat dan UMKM dalam bidang pangan melalui pengetahuan tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) dan cara produksi yang baik, yang diselenggarakan Radio MaxFm Waingapu, Minggu (25/10/2020) malam, dan dipandu langsung Direktur Radio MaxFm Waingapu, Heinrich Dominggus Dengi, melalui saluran radio dan siaran langsung chanel youtube radio.



Dijelaskannya selain kurangnya pengetahuan pelaku UMKM terhadap regulasi yang menyangkut pangan, sejumlah hal yang masih menjadi permasalahan bagi pelaku UMKM yang bergerak di bidang makan-minum (Mamin) adalah produktivitas dan kinerja usaha, proses pembuatan makanan yang baik, penggunaan BTP yang baik agar dapat bertahan lama, pemenuhan syarat kesehatan, higyne dan sanitasi, serta peningkatan pemasaran dan networking bagi produsen Mamin.

Karenanya peningkatan pengetahuan masyarakat dan pelaku UMKM bidang pangan tentang BTP menjadi penting dan perlu dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan juga elemen terkait lainnya, agar pengetahuan yang sama bisa dimiliki oleh pelaku UMKM dan juga masyarakat konsumen.



“Konsumen kita sudah mencari pengetahuan dan berhati-hati dalam membeli makanan. Namun pengetahuan pelaku UMKM kita harus ditingkatkan secara terus-menerima, agar Mamin yang beredar di masyarakat benar-benar aman dan sehat,” urainya.

Peningkatan pengetahuan pelaku UMKM terkait BTP dan pengawet makanan yang dapat diproduksi sendiri secara aman dan sehat menjadi penting menurutnya, karena UMKM merupakan sektor usaha terbesar yang ada di Indonesia, bahkan angkanya mencapai 99 persen, dan juga menjadi sektor yang mempekerjakan tenaga kerja paling besar di seluruh Indonesia yakni 97 persen dan industri pengolahan non pertanian bidang Mamin ada pada posisi 44,9 persen.




“Masih banyak ditemukan jajanan di Indonesia yang mengandung pewarna sintetis maupun boraks yang tidak aman bagi kesehatan, adalah bukti minimnya pengetahuan pelaku UMKM kita. Jadi sosialisasi, pendampingan, pembinaan hingga pengawasan masih perlu dilakukan secara berkesinambungan,” urainya.

Panelis lainnya, Prof. Dr. apt. Sugijanto dalam materinya tentang cara produksi pangan yang baik untuk Industri Rumah Tangga (IRT) menguraikan sejumlah aturan perundang-undangan yang mengatur tentang bagaimana mengolah bahan makanan, hingga memproduksi dan mengedarkan makanan secara baik dan aman tanpa campuran boraks, formalin, atau pewarna sintetis yang dapat membahayakan konsumen.

“Pangan yang dikehendaki konsumen itu adalah harus sesuai dengan selera konsumen, aman dikonsumsi, bermutu dan halal. Jadi pelaku usaha harus bisa menyediakan jajanan yang dikehendaki konsumen,” tegasnya.




Dicontohkannya untuk mengetahui bahan makanan mengandung formalin atau tidak, konsumen dapat memantaunya dengan menyimpan bahan makanan yang dibeli untuk durasi waktu tertentu. “Kalau tahu disimpan dengan suhu kamar dan masih bertahan lebih dari tiga hari atau bertahan lebih dari seminggu di dalam lemari es berarti itu mengandung formalin,” jelas Direktur LPPOM MUI Jawa Timur ini.

Ditambahkannya untuk pelaku UMKM yang bergerak di bidang IRT Pangan juga harus memperhatikan sejumlah hal untuk memastikan hasil olahan pangannya benar-benar berkualitas dan aman untuk dikonsumsi.




Syarat-syaratnya menurut Prof. Sugijanto adalah IRT Pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis, hasil produksinya diedarkan secara eceran dan berlabel berupa gambar, tulisan, atau kombinasi antara gambar dan tulisan.

“IRT Pangan juga harus mampu melakukan pengendalian hama dan menjaga kesehatan karyawannya saat bekerja, serta memastikan karyawan bekerja sesuai standar kesehatan dan keamanan pangan,” tandasnya.(TIM)

Print Friendly, PDF & Email
Show Buttons
Hide Buttons