Scroll to Top
Puncak Musim Hujan Februari – Maret 2020 di Sumba Timur
Posted by maxfm on 30th Januari 2020
| 1830 views
Kepala Stasiun Meteorologi Umbu Mehang Kunda Sumba Timur, Elias Limahelu

MaxFM, Waingapu – Terdapatnya tiga titik tekanan rendah di perairan utara Australia dan pusaran tekanan rendah yang ada di perairan Sulawesi menyebabkan kurangnya hujan di wilayah Sumba Timur dalam beberapa hari terakhir. Tekanan rendah ini menyebabkan awan yang tercipta karena adanya suhu permukaan laut yang hangat di Sumba, justru bergerak ke utara Australia dan juga Sulawesi.

Prakirawan stasiun Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) Umbu Mehang Kunda Waingapu, Yeni Margareth Thenu, menjelaskan hal ini kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (27/1/2020) lalu. Dijelaskannya suhu permukaan laut Sumba sudah cukup hangat sebagai sebab adanya penguapan untuk membentuk awan yang memungkinkan terjadinya hujan. Namun karena adanya tiga titik tekanan rendah di wilayah utara Australia dan wilayah perairan Sulawesi, awan yang terbentuk di udara Sumba Timur, justru bergerak ke Australia dan Sulawesi. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya hujan di Sumba Timur beberapa hari terakhir.



“Jadi masa udara atau uap air yang ada di Pulau Sumba ini tertarik ke pusat-pusat tekanan rendah ini. Jadi kita kurang awan. Tekanan rendah ini juga menyebabkan Rh atau kelembaban udara di lapisan 700 milibar itu menjadi kering, sehingga pertumbuhan awan-awan hujan itu dia terhambat dan tidak sampai atas,” jelasnya.

Padahal menurut Yeni untuk bisa terkumpul banyaknya awan diatas lapisan 700 milibar untuk dapat menyebabkan hujan, kandungan kelembaban udara itu harus mencapai diatas 70 persen, sehingga bisa terkumpul banyaknya awan yang dapat menyebabkan hujan atau awan cibi atau awan hitam yang tinggi. Situasi ini diprakirakan akan berlangsung hingga satu-dua hari ke depan, dan sangat bergantung pada perubahan tekanan rendah atau siklon di perairan utara Australia. “Sebenarnya kalau normal, dia normal. Tetapi dipengaruhi oleh ini saja. Jadi kalau ini sudah hilang, kita hujan lagi kembali,” urainya.

Walau demikian, Yeni mengakui kemungkinan adanya hujan lokal di Sumba Timur tetap ada, yang disebabkan oleh adanya pelambatan udara saat membawa awan. “Ini bisa mengakibatkan kerugian, tetapi juga bisa keuntungan. Jadi kerugiannya itu tadi kita disoni jadi kering. Kalau keuntungannya itu kalau terjadi belokan angin. Jadi ibarat saat kita berkendara, sampai di tikungan pasti kita akan melambat. Jadi disitulah akan ada kemungkinan hujan lokal,” jelasnya.




Kepala BMG Stasiun Umbu Mehang Kunda Waingapu, Elias Limahelu menambahkan, pergeseran curah hujan yang terjadi saat ini disebabkan oleh pemanasan global yang sudah terjadi di dunia saat ini. Karenanya selalu ada cuaca yang ekstrim, antara panas yang ekstrim atau hujan yang ekstrim dikarenakan adanya perubahan suhu udara di bumi yang dapat berubah kapan saja.

“Data prakiraan kita ini kita bagi juga dengan data prakiraan dari BMKG di negara-negara lain. Jadi kita juga tahu prakiraan udara di negara-negara lain. Jadi memang data BMKG Indonesia tidak kita simpan sendiri, melainkan juga kita bagikan dengan negara-negara lain,” jelasnya.

Walau diprakirakan Sumba Timur masih akan mengalami panas, Elias mengakui pihaknya akan terus dipantau pergerakan udaranya dan juga suhu permukaan laut di wilayah Sumba Timur setiap harinya. Karena itu, prakiraan ini bisa juga berubah setiap saat karena adanya perubahan suhu udara di utara Australia maupun di perairan Sulawesi.




Menurutnya puncak musim penghujan di wilayah Sumba Timur, akan terjadi pada Bulan Februari hingga Maret mendatang. Karena itu, warga masyarakat diharapkan tetap waspada untuk menghadapi puncak musim penghujan ini.

“Seharusnya di Januari ini sudah banyak hujan kita disini. Tetapi karena adanya pemanasan global ini, sehingga perubahan di perairan suatu wikayah bisa mengakibatkan pergeseran awan di wilayah lainnya. Dan inilah yang sedang terjadi saat ini di Sumba,” tandasnya.(ONI).

Print Friendly, PDF & Email
Show Buttons
Hide Buttons