MaxFM, Waingapu – Rumah peradaban Sumba akan segera hadir di Kelurahan Lambanapu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur, tepatnya di wilayah RT/RW 10/04. Rumah peradaban yang berisi 47 kerangka manusia dengan usia diatas 2500 tahun ini, rencananya akan diresmikan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat pada 20 Desember mendatang, pada puncak Hari Ulang Tahun (HUT) Provinsi NTT tahun 2019.
Keberadaan rumah peradaban Sumba yang saat ini dikenal dengan Situs Lambanapu ini sesungguhnya merupakan hasil penggalian oleh tim arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional sejak tahun 1989 lalu. Namun baru dilakukan penggalian secara intens hingga menemukan 47 kerangka manusia dengan berbagai peralatan lainnya ini sejak tahun 2017 silam.
Hal ini disampaikan warga setempat yang ikut menyaksikan dan membantu proses penggalian ini saat ditemui di lokasi penggalian, Selasa (3/12). Para warga masyarakat itu diantaranya Petrus Djanggandewa (32), Tunggu Landutana (57), dan sejumlah warga masyarakat lainnya. Warga masyarakat setempat terus membantu para arkeolog untuk menyelesaikan penempatan miniatur kerangka dan peralatan hasil galian di lokasi yang disediakan tersebut.
Petrus Menuturkan, pihaknya membantu para arkeolog dalam beberapa bulan terakhir untuk menggali lubang tempat akan diletakkan duplikat kerangka tubuh manusia dan juga sejumlah barang yang ikut ditemukan saat penggalian bersama para arkeolog sejak beberapa bulan terakhir, dengan harapan tempat ini kemudian akan menjadi salah satu tujuan destinasi wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Pulau Sumba, dan Sumba Timur khususnya.
Dijelaskannya, keputusan untuk menempatkan duplikat kerangka tubuh manusia dan sejumlah peralatan uang diyakini sebagai barang peninggalan nenek moyang orang Sumba, khususnya Lambanapu, tetap berada di Lambanapu, dibandingkan di Museum Daerah Sumba yang terletak di Jalan LD Dapawole, karena warga masyarakat Lambanapu percaya tulang-belulang yang ditemukan tersebut merupakan nenek moyang mereka, sehingga sudah sepantasnya tetap berada di Lambanapu.
“Kami percaya ini (tulang-belulang yang ditemukan para arkeolog) adalah tulang dari nenek moyang warga Lambanapu, sehingga kami mau tetap berada disini (Lambanapu, Red), agar tetap berada dekat dengan kami. Jadi kami sediakan tempatnya, dan bagi yang ingin mengetahui, bisa langsung datang kesini,” jelasnya.
Tokoh masyarakat setempat, Tunggu Landutana (57) menambahkan, penemuan 47 tulang kerangka manusia tersebut adalah yang terbanyak dari sejumlah penggalian yang pernah dilakukan para arkeolog dan juga warga masyarakat lokal, karena mencari berbagai barang peninggalan yang sering ditemukan secara tidak sengaja saat masyarakat setempat menggali untuk berbagai keperluan.
“Belum lama ini ada yang gali lobang untuk tanam pisang, dan dapat tiga piring yang kemudian dijual kepada pembeli dengan harga sekitar Rp 65 juta. Karena memang banyak sekali barang peninggalan yang bisa ditemukan di dalam tanah Lambanapu ini,” jelasnya.
Bahkan menurut Landutana, berbagai asesoris dan peralatan makan memiliki corak yang beragam, sehingga kolektor barang kuno berani membayarnya dengan harga yang mahal. “Ada banyak piring yang ditemukan disini dan dengan berbagai macam gambar. Mulai dari gambar ular naga, ikan, hingga bunga-bunga, dengan dua warna piting yakni putih, dan juga hijau. Saya ada satu warna hijau, dan masih ada di rumah karena pecah. Karena kalau tidak pecah pasti sudah jadi uang,” tuturnya sambil tertawa.
Ketua RT 10, Andreas Maramba Didi secara terpisah mengharapkan pembangunan rumah peradaban Sumba yang ada di Lambanapu ini kemudian bisa menjadi salah satu destinasi arkeologi yang nantinya menarik wisatawan untuk berkunjung ke Lambanapu secara lebih intens. Karenanya fasilitas pendukung yang bisa menggerakkan kunjungan wisatawan ke rumah peradaban Sumba ini bisa diperhatikan oleh pemerintah daerah.
“Kami berharap nantinya setelah diresmikan oleh bapak gubernur, pemerintah kabupaten bisa mengalokasikan anggaran untuk penataan jalan masuk ke lokasi rumah peradaban ini, termasuk menyediakan sarana transportasi yang selalu siap di bandara, sehingga kalau ada penumpang yang transit di Waingapu bisa dibawa mengunjungi rumah peradaban ini. Karena waktu tempuhnya saya kira tidak sampai 15 menit dari bandara,” harapnya.(ONI)