MaxFm, Waingapu – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meminta anggota-anggota Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia agar mendalami permasalahan-permasalahan kekinian di tengah kehidupan bermasyarakat dan berbangsa Indonesia untuk diimplementasikan dalam metode pelayanan gereja.
Hal ini disampaikan Luhut saat menyambangi gedung Pdt. Hapu Mbay, tempat dilaksanakannya Sidang Raya PGI XVII, Sabtu (9/11). Ditegaskannya pendalaman terhadap masalah-masalah kekinian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, akan membawa gereja-gereja anggota PGI ke dalam metode pelayanan yang lebih bersentuhan dengan apa yang dibutuhkan jemaat.
“Jangan lupa karena saat ini bapak/ibu pendeta berkhotbah untuk anak-anak yang pengetahuannya sudah dijawab semuanya oleh Mr. Google. Jadi kalau bapak/ibu pendeta masih berkhotbah dengan cara yang sama seperti yang lalu-lau, anak-anak kita tidak akan mendapatkan sesuatu saat kembali dari gereja,” jelasnya.
Walau demikian, pria yang terdaftar sebagai warga jemaat pada Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ini juga mengakui ada banyak pendeta dari gereja-gereja anggota PGI yang sudah melakukan penyesuaian dengan kebutuhan jemaat saat berkhotbah, sehingga mampu menjawab kekosongan yang tidak diperoleh manusia dari kemajuan teknologi yang makin pesat saat ini.
“Ada banyak pendeta yang kalau berkhotbah dan kita dengar, kita dapat sesuatu. Jadi gereja-gereja anggota PGI harus kompak dalam membangun pelayanan, termasuk dengan menghadapi perkembangan teknologi di zaman 4.0 saat ini. Karena hanya dengan kolaborasi dan penyelesaian masalah yang cepat dan holistik, gereja-gereja akan mampu memberikan kontribusi dalam pembangunan Bangsa Indonesia ke depan,” tegasnya.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) ini juga menegaskan, gereja-gereja anggota PGI harus kembali menjadikan pendidikan sebagai salah satu bagian integral dalam pelayanan keimanan. Karena hanya dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang hebat, warga PGI bisa mampu membangun dirinya dan juga memberikan sumbangan pemikiran yang positif bagi pembangunan bangsa.
“Mohon maaf, tidak ada manusia bodoh di muka bumi ini, termasuk saudara-saudara kita di Papua. Tetapi kita yang tua-tua ini yang salah karena tidak memberikan akses pendidikan yang baik bagi mereka. Faktanya beberapa waktu lalu, ada dua saudara kita dari Papua mampu lulus sarjana dengan cumlaude. Jadi gereja tidak boleh hanya mengurus khotbah, tetapi pendidikan harus kembali diperhatikan, sebagaimana pelayanan zending waktu masuk ke Indonesia. Karena tanpa pendidikan dan SDM yang hebat, kita hanya akan menjadi hamba dan budak telnologi,” tegasnya sambil memohon maaf menggunakan dua diksi (hamba dan budak) tersebut.
Pria 72 tahun ini juga mengingatkan gereja agar melakukan semua tugas pelayanan itu dengan sungguh-sungguh sambil mengutip ayat Alkitab dan I Korintus 10:31 yang berbunyi Lakukan Semua Itu untuk Kemuliaan Allah. “Jangan tanya saya tentang perjalanan iman saya. Karena saya sudah terlalu banyak mendapatkan anugerah Tuhan sepanjang hidup saya. Tetapi dengan anak-anak muda, gereja harus mampu memberikan yang tidak diperoleh generasi masa kini dari kemajuan teknologi informasi. Karena anak-anak muda saat ini bisa saja berpikir apakah Tuhan masih ada, kalau semua sudah bisa dijawab oleh Mr. Google,” tandasnya mengutip tema SR PGI XVII yakni Aku Adalah yang awal dan yang akhir.
Sekretaris umum (Sekum) PGI, Pdt. Gomar Gultom kepada MaxFm disela-sela sidang menegaskan, gereja memang harus terus berkembang dalam pelayanannya mengikuti perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat saat ini. Karena jika tidak dilakukan, warga gereja akan mempertanyakan keberadaan Tuhan saat ini.
“Memang gereja harus segera ‘siuman’ untuk memperbarui pelayanannya secara terus-menerus mengikuti perkembangan teknologi saat ini. Karena harus diakui perkembangan teknologi informasi sudah sangat pesat. Karena itu, PGI memilih tema Akulah yang awal dan yang akhir, untuk menyampaikan kepada warga PGI dan juga dunia bahwa Tuhan yang kita sembab adalah Tuhan atas sejarah, yang ada dulu, sekarang, dan terus berkarya hingga nanti,” urainya.
Mengenai isu-isu yang dibahas dalam SR PGI XVII tahun ini, Pdt. Gomar kembali menegaskan ada lima poin krisis yang akan dibahas yakni krisis kebangsaan, krisis ekologis, krisis keesaan gereja, dan tantangan dunia digital. “Kita lihat sekarang ada kelompok-kelompok yang ingin mengganti Pancasila, adanya pemanasan global, kekeringan dan banjir, adanya pertentangan gereja di tengah semangat Oekumene dan tantangan teknologi yang sangat cepat. Jadi itu akan menjadi bahan pembahasan kita selama sidang raya ini,” tandasnya.
Pantauan MaxFm, usai memberikan pemaparan sejumlah hal kepada para pimpinan gereja-gereja anggota PGI, dan akan meninggalkan ruang sidang, Luhut mendapatkan cinderamata berupa plakat yang diserahkan ketua umum Badan Pelaksana Majelis Sinode (BPMS) Gereja Kristen Sumba (GKS), Pdt. Alfred Dj. Samani.(ONI)