Scroll to Top
OBAT HIV DTG
Posted by maxfm on 15th Agustus 2019
| 2361 views
FX. Wikan Indrarto Dokter Spesialis Anak, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM

MaxFM, Waingapu – Berdasarkan bukti baru yang menilai aspek manfaat dan risiko, WHO merekomendasikan penggunaan obat HIV dolutegravir (DTG), sebagai terapi antiretroviral (ART) atau pengobatan lini pertama dan lini kedua untuk semua populasi, termasuk ibu hamil. Apa yang perlu dicermati?

Penelitian awal telah menyoroti hubungan yang mungkin antara DTG dan cacat tabung saraf (neural tube defects), berupa kelainan bawaan pada otak dan tulang belakang, misalnya spina bifida, pada bayi yang lahir dari ibu yang menggunakan obat DTG. Data ini dilaporkan pada Mei 2018 dari sebuah penelitian di Botswana, Afrika yang menemukan 4 kasus cacat tabung saraf dari 426 ibu hamil yang menggunakan DTG. Berdasarkan temuan awal ini, banyak negara telah menyarankan ibu hamil dalam terapi antiretroviral (ART), untuk menggunakan efavirenz (EFV) sebagai obat penggantinya.



HIV-AIDS tetap menjadi salah satu tantangan kesehatan masyarakat paling signifikan di dunia, khususnya di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Peningkatan akses ke terapi antiretroviral (ART), orang dengan HIV-AIDS (ODHA) sekarang hidup lebih lama dan lebih sehat. Selain itu, telah dikonfirmasi bahwa penggunaan ART mampu mencegah penularan infeksi HIV selanjutnya. Diperkirakan 23,3 juta ODHA menerima pengobatan HIV, Namun secara global, hanya 62% dari 37,9 juta ODHA pada 2018 yang menerima ART. Kemajuan juga telah dibuat dalam mencegah dan menghilangkan penularan dari ibu ke anak dan menjaga ibu tetap hidup. Pada tahun 2018, terdapat 8 dari 10 wanita hamil yang hidup dengan HIV, atau 1,1 juta wanita, yang menerima ART.

Pada tahun 2018 terdapat 37,9 juta ODHA di seluruh dunia dan 1,7 juta di antaranya adalah anak. Sebagian besar ODHA tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, 1,9 juta ODHA baru pada tahun 2018, dan total 32 juta orang telah meninggal karena HIV, termasuk 770.000 pada tahun 2018. Cara utama untuk mencegah penularan HIV adalah mempraktikkan perilaku seksual yang aman seperti menggunakan kondom, dites dan diobati untuk semua jenis Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk HIV untuk mencegah penularan selanjutnya, hindari narkoba suntik, dan memastikan bahwa setiap darah atau produk darah diuji untuk HIV. Juga ODHA harus segera memulai menggunakan ART sesegera mungkin, untuk kesehatan diri sendiri dan untuk mencegah penularan HIV ke pasangan seksual atau kepada bayi (jika ODHA sedang hamil atau menyusui), gunakan obat profilaksis pra pajanan sebelum melakukan perilaku berisiko tinggi, dan obat profilaksis pasca pajanan di lingkungan pekerjaan.

Pada tahun 2016, WHO mengeluarkan beberapa rekomendasi baru, termasuk rekomendasi untuk memberikan ART seumur hidup untuk semua ODHA anak, remaja dan orang dewasa, termasuk semua wanita hamil dan menyusui, terlepas dari jumlah CD4, sesegera mungkin setelah diagnosis. WHO juga telah memperluas rekomendasi sebelumnya, untuk menawarkan profilaksis pra-pajanan HIV (PrEP) kepada orang tertentu yang berisiko besar tertular HIV, dan rejimen pengobatan berdasarkan lini.




Pada tahun 2018 diperkirakan 1,7 juta ODHA adalah anak, sebagian besar anak ini tinggal di Afrika sub-Sahara dan terinfeksi melalui transmisi dari ibu mereka yang HIV-positif selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Hampir 160.000 ODHA anak merupakan kasus baru pada tahun 2018 secara global. Untunglah, eliminasi penularan dari ibu ke anak dan menjaga ibu tetap hidup telah menjadi kenyataan, meskipun akses ke intervensi pencegahan masih terbatas, di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2018, sudah ada 8 dari 10 ODHA yang hamil dari sekitar 1,1 juta ODHA wanita, yang telah menerima ARV di seluruh dunia. Pada 2015, Kuba adalah negara pertama yang dinyatakan oleh WHO telah menghapuskan penularan HIV dan sifilis, dari ibu ke anak. Pada akhir 2018, sebanyak 8 negara lainnya telah divalidasi mampu menghilangkan penularan HIV dari ibu-ke-anak, termasuk Thailand.

Data baru dari dua penelitian uji klinis besar yang membandingkan kemanjuran dan keamanan ART yang menggunakan DTG dan EFV di Afrika, kini telah memperluas basis bukti. Risiko cacat tabung saraf pada bayi yang dilahirkan dari ibu ODHA secara signifikan lebih rendah, dari apa yang mungkin dibuktikan pada berbagai penelitian sebelumnya. DTG adalah obat HIV yang lebih efektif, lebih mudah digunakan dan memiliki efek samping yang lebih sedikit, daripada EFV dan obat lain yang saat ini digunakan, untuk ibu ODHA. DTG juga memiliki penghalang genetik yang tinggi untuk mencegah terjadinya resistensi obat, sebuah mekanisme yang penting mengingat tren terjadinya resistensi obat meningkat terhadap EFV dan rejimen lain yang berbasis nevirapine. Pada tahun 2019, terdapat 12 dari 18 negara yang disurvei oleh WHO melaporkan tingkat resistensi obat ART sebelum dimulainya pengobatan, melebihi ambang batas yang direkomendasikan yaitu 10%.




Pada tahun 2019, sebanyak 82 negara berpenghasilan rendah dan menengah dilaporkan sedang beralih ke rejimen pengobatan HIV berbasis DTG. Dokter berkewajiban untuk memberikan informasi dan pilihan obat kepada ibu ODHA, agar dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang utuh, termasuk penurunan risiko cacat tabung saraf pada bayi yang dilahirkan, terkait DTG.

FX. Wikan Indrarto, Dokter Spesialis Anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM

Show Buttons
Hide Buttons