Scroll to Top
VAKSIN DENGUE FDA
Posted by maxfm on 20th Mei 2019
| 1454 views
FX. Wikan Indrarto Dokter Spesialis Anak, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM

MaxFM, Waingapu – Badan Pengawas Obat dan Makanan AS atau ‘Food and Drug Administration’ (FDA) pada hari Jumat, 3 Mei 2019 telah menyetujui Dengvaxia, vaksin pertama untuk pencegahan penyakit virus dengue yang disebabkan oleh semua serotipe virus. Vaksin ini disetujui untuk anak-anak berusia 9-16 tahun yang tinggal di daerah endemis dan sebelumnya memiliki penyakit dengue yang dikonfirmasi oleh laboratorium. Apa yang baru?

CDC memperkirakan lebih dari sepertiga populasi dunia, tinggal di daerah berisiko terkena infeksi virus dengue. Infeksi pertama dengan virus dengue biasanya tidak menimbulkan gejala atau penyakit ringan yang dapat disalahartikan sebagai flu atau infeksi virus lainnya. Infeksi berikutnya dapat menyebabkan demam berdarah yang parah, termasuk demam berdarah dengue (DBD), suatu bentuk penyakit yang lebih parah yang bisa berakibat fatal. Gejala mungkin termasuk sakit perut, muntah terus-menerus, perdarahan, kebingungan dan kesulitan bernafas. Sekitar 95 persen dari semua kasus demam berdarah parah yang dirawat inap di rumah sakit, berhubungan dengan infeksi virus dengue kedua. Karena tidak ada obat khusus yang disetujui untuk pengobatan penyakit demam berdarah, maka perawatan medis hanya terbatas pada penatalaksanaan untuk mengatasi gejala klinis saja.

Setiap tahun, diperkirakan 400 juta infeksi virus dengue terjadi secara global menurut CDC. Dari jumlah tersebut, sekitar 500.000 kasus berkembang menjadi DBD, yang berkontribusi terhadap sekitar 20.000 kematian, terutama di kalangan anak-anak. Meskipun kasus demam berdarah jarang terjadi di benua AS, penyakit ini sering ditemukan di Samoa Amerika, Puerto Riko, Guam, Kepulauan Virgin AS, serta Amerika Latin, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik.

Persetujuan FDA untuk vaksin ini, akan membantu melindungi orang yang sebelumnya telah terinfeksi virus dengue, dari risiko berkembangannya penyakit dengue selanjutnya, terutama di daerah endemis Amerika Serikat. Demam berdarah dengue endemik di wilayah AS, khususnya di Samoa, Guam, Puerto Riko, dan Kepulauan Virgin.

Keamanan dan efektivitas vaksin ditentukan dalam tiga studi acak, terkontrol plasebo yang melibatkan sekitar 35.000 orang di daerah endemik dengue, termasuk Puerto Rico, Amerika Latin dan kawasan Asia Pasifik. Vaksin ini ditetapkan sekitar 76 persen efektif dalam mencegah gejala, penyakit dengue yang dikonfirmasi laboratorium pada individu yang berusia 9 hingga 16 tahun yang sebelumnya memiliki penyakit dengue yang dikonfirmasi oleh laboratorium. Dengvaxia telah disetujui di 19 negara dan Uni Eropa.

FDA, sebuah badan internal Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, bertugas untuk melindungi kesehatan masyarakat dengan memastikan keamanan, efektivitas, dan keamanan obat untuk manusia dan hewan. Selain itu, juga menjamin vaksin dan produk biologis lainnya untuk penggunaan pada manusia, dan perangkat medis lainnya. Badan ini juga bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan pasokan makanan, kosmetik, suplemen makanan, produk yang mengeluarkan radiasi elektronik, dan untuk mengatur produk tembakau. FDA memberikan prioritas dalam ‘Tropical Disease Priority Review Voucher’ untuk mendorong pengembangan obat dan intervensi biologik baru, dalam pencegahan dan pengobatan penyakit tropis tertentu. Persetujuan itu diberikan kepada Sanofi Pasteur, sebagai industri farmasi yang memperoduksinya. Persetujuan Dengvaxia dari FDA didasarkan pada hasil dari tiga uji klinik acak terkontrol plasebo yang melibatkan 35.000 orang di daerah endemik dengue. Vaksin ini sekitar 76% efektif dalam mencegah gejala, penyakit dengue yang dikonfirmasi laboratorium pada anak yang berusia 9-16 tahun, dengan diagnosis dengue sebelumnya.

Dengvaxia tidak disetujui untuk digunakan pada individu yang sebelumnya belum pernah terinfeksi oleh serotipe virus dengue atau yang riwayat penyakitnya tidak diketahui. Dalam hal ini termasuk anak yang belum pernah terinfeksi virus dengue, karena Dengvaxia tampaknya justru bertindak seperti infeksi dengue pertama. Oleh sebab itu, seandainya terjadi infeksi kedua dengan virus dengue tipe liar, sehingga infeksi berikutnya justru dapat mengakibatkan penyakit dengue yang parah. Oleh karena itu, dokter harus mengevaluasi riwayat infeksi dengue pada anak tersebut sebelumnya, untuk menghindari vaksinasi pada anak yang belum pernah terinfeksi oleh virus dengue. Hal ini dapat dilakukan melalui pencermatan rekam medis infeksi dengue yang dikonfirmasi di laboratorium sebelumnya atau melalui tes serologis (IgG anti dengue), sebelum vaksinasi.

Dengvaxia adalah vaksin dari virus dengue hidup yang dilemahkan, yang diberikan dalam tiga kali suntikan terpisah. Dosis awal seharusnya segera diikuti oleh dua suntikan tambahan, yang diberikan enam dan dua belas bulan kemudian. Efek samping yang paling umum dilaporkan oleh mereka yang menerima Dengvaxia adalah sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, kelelahan, nyeri di tempat suntikan, dan demam ringan. Frekuensi efek samping serupa pada Dengvaxia dan penerima plasebo dan cenderung menurun setelah setiap dosis vaksin berikutnya.

Secara nasional, kasus DBD di Indonesia tahun 2019 semakin bertambah. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI, jumlah kasus DBD sampai Selasa, 29 Januari 2019 mencapai 13.683 orang dengan jumlah korban meninggal dunia 133 jiwa. Namun demikian, vaksinasi dengue Dengvaxia yang telah disetujui FDA sementara ini belum dianjurkan di Indonesia. Hal ini karena pemeriksaan skrining antibodi anti dengue (IgG anti dengue) tidak mungkin dilakukan secara rutin, terkait biayanya yang tidak murah.

FX. Wikan Indrarto – Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor di FK UKDW, Alumnus S3 UGM

Show Buttons
Hide Buttons