MaxFM Waingapu, Rumah adat Sumba Timur terkenal ke seluruh pelosok dunia, karena memiliki bentuk yang unik dan bertingkat. Berbentuknya persegi dengan empat tiang utama sebagai penopang, rumah adat yang terbuat dari kayu-kayu besar dan kokoh ini mampu menghabiskan banyak anggaran dalam pembangunannya.
Seperti salah satu rumah adat di desa Uma Manu, Kecamatan Lewa Tidahu, Kabupaten Sumba Timur, yang sementara dibangun ini. Pembangunan rumah adat milik Nggadung Ndena Nggaba dari marga Tombu Karambu ini menghabiskan hingga ratusan juta rupiah dimulai dari persiapan hingga selesai pembangunan. Apalagi semua pembangunan ini dilakukan secara manual. Meski demikian, semua pengerjaan ini dilakukan secara bergotong-royong bersama warga desa.
Menurut Melkianus Kahewa Mbani (44) salah seorang warga desa Uma Manu,rumah adat yang dibangun ini memilki 52 tiang yang dikerjakan oleh kurang lebih 200 hingga 300 orang. Segala persiapan dilakukan seperti upacara adat, pengumpulan kayu dan balok dari hutan, serta acara tikam babi sebanyak lima sampai enam kali prosesi, hingga pembangunan yang memakan waktu hingga setahun lebih.
Kayu-kayu yang dipakai dalam membangun adalah kayu-kayu yang kokoh yang diambil dari pohon-pohon di pekarangan atau hutan keluarga dan hutan yang berada di desa Uma Manu, dan dikumpukan sedikit demi sedikit sekira 20 tahun lamanya. Seperti kayu nangka, mayela, manila, keru, kaura, dan kayu mangga hutan. Tiang-tiang ini kemudian diukir oleh para pekerja untuk menambah keindahan. Tiang-tiang rumah adat ini diletakkan di atas pondasi dengan cara ditarik menggunakan tali oleh beberapa orang pekerja. Setelah meletakkan tiang-tiang pada pondasi, menunggu 2 hingga 3 minggu baru kemudian dibuatkan atap.
Menurut Bernadus Bili Hunga (37) yang dipercaya menjadi kepala tukang, rumah adat ini dapat bertahan hingga puluhan tahun dan tahan terhadap gempa.
Dulu, rumah adat umumnya berbentuk persegi beratapkan alang, namun untuk rumah yang satu ini, sang pemiliknya mencoba untuk memodifikasi lagi dengan menambah bagian teras rumah dan menggunakan seng sebagai atapnya. Rumah panggung ini memilki 3 tingkatan. Tingkatan pertama (kolong) dijadikan sebagai tempat untuk mengikat hewan. Tingkatan kedua sebagai tempat manusia, dan tingkatan ketiga sebagai tempat untuk menyimpan makanan. Dahulu, saat masih percaya marapu, orang Sumba biasanya menjadikan tingkat ketiga sebagai tempat Marapu, namun saat ini penduduk Sumba sudah banyak yang memeluk agama, sehingga di rumah-rumah adat, tingkatan ketiga dijadikan sebagai tempat menyimpan makanan.
[Heindrina Pe, Mahasiswa Jurusan Komunikasi UNWIRA Sumba yang lagi KKL di Radio Max FM Waingapu]