Scroll to Top
SUSU dan TIFUS
Posted by maxfm on 19th Januari 2018
| 2707 views
FX. Wikan Indrarto Dokter Spesialis Anak, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM

Industri pembuat susu formula Perancis Lactalis, telah memerintahkan penarikan kembali produknya secara global atas kekhawatiran kontaminasi bakteri salmonella, penyebab penyakit tifus atau demam tifoid. Apa yang perlu dicermatri?

Lactalis adalah salah satu produsen susu terbesar di dunia. Juru bicara perusahaan (Michel Nalet) mengatakan kepada AFP bahwa “hampir 7.000 ton” produksi mereka mungkin terkontaminasi, namun perusahaan tersebut saat ini tidak dapat mengatakan berapa banyak yang masih ada di pasaran, telah dikonsumsi bayi, ataupun masih tersedia di jaringan distribusi.

Kejadian ini bukan pertama kali industri susu formula bayi menimbulkan dampak buruk dalam bidang kesehatan bayi. Enam bayi meninggal dan sekitar 300.000 lainnya jatuh sakit pada tahun 2008 setelah produsen China menambahkan melamin kimia industri ke produk susu bayi mereka. Sebelumnya, pada 8 Juli 2011 Pemerintah Indonesia menjamin kelayakan 47 merek susu bayi yang diteliti Badan Pengawasan Obat dan Makanan, tidak menemukan satupun yang mengandung bakteri Enterobacter sakazaki, yang sebelumnya heboh.



Otoritas kesehatan di Perancis Senin, 11 December 2017 mengatakan 26 bayi di Perancis telah sakit sejak awal Desember 2017. Penarikan kembali tersebut mempengaruhi produksi dan ekspor ke berbagai negara termasuk Inggris, China, Pakistan, Bangladesh dan Sudan. Sementara belum ada laporan produk tersebut beredar di Indonesia. Penarikan ini mencakup ratusan produk susu bubuk bayi yang dipasarkan secara global di bawah merek Milumel®, Picot® dan Celi®. Lactalis yakin wabah salmonella dapat ditelusuri ke sebuah tempat yang digunakan untuk mengeringkan susu bubuk di pabriknya di kota Craon di barat laut Prancis, menurut AFP.

Apabila kontrol terhadap bahan baku sudah dapat diandalkan, maka diduga kontaminan terdapat pada proses pencampuran bubuk susu dengan bahan tambahan lain, seperti butamin. Dalam kondisi tersebut maka bakteri salmonella akan bertahan hidup (survive) dengan “bersembunyi” di dalam lemak dan protein susu.

Semua produk yang dibuat di sana sejak pertengahan Februari 2017 telah diobservasi ketat dan perusahaan tersebut mengatakan, bahwa tindakan pencegahan telah dilakukan untuk mendisinfeksi semua mesinnya di pabrik. Penarikan tersebut memperluas ketakutan bidang kesehatan yang dimulai pada awal Desember 2017 setelah 20 anak di Perancis berusia di bawah enam tahun jatuh sakit. Pada saat recall terbatas atas produknya dikeluarkan, namun otoritas kesehatan di Perancis menilai bahwa tindakan yang telah dilakukan Lactalis untuk mengelola risiko kontaminasi “tidak cukup memadai”.

Bakteri Salmonella adalah 1 dari 4 penyebab utama penyakit tifus dan diare secara global. Kebanyakan kasus, tifus atau salmonellosis adalah ringan. Namun demikian, kadang dapat mengancam jiwa dengan tingkat keparahan penyakit tergantung pada faktor individu anak (host factors) dan jenis atau serotipe Salmonella.

Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne diseases) seperti tifus atau salmonellosis ini setiap tahun menyerang hampir 1 dari 10 orang di dunia dan terdapat 33 juta tahun hidup sehat (healthy life years) menjadi hilang. Penyakit ini dapat menjadi berat, terutama pada anak, yaitu diare dan tifus yang mengenai 550 juta orang setiap tahun, termasuk 220 juta anak di bawah usia 5 tahun.

Gejala klinis salmonellosis adalah demam onset akut, sakit perut, diare, mual dan kadang muntah. Timbulnya gejala penyakit biasanya terjadi 12-36 jam setelah menelan makanan yang tercemar salmonella, dan penyakit berlangsung 2-7 hari. Meskipun wabah salmonella besar biasanya menarik perhatian media, 60-80% dari semua kasus salmonellosis tidak dianggap wabah, tetapi hanya sebagai kasus sporadis, atau bahkan tidak didiagnosis sama sekali.



Salmonella adalah bakteri berbentuk batang gram negatif dalam kelompok Enterobacteriaceae. Terdapat 2 spesies, yaitu Salmonella bongori dan Salmonella enterica, dengan lebih dari 2.500 serotipe atau serovar yang berbeda. Salmonella adalah bakteri yang tersebar di mana-mana, dapat bertahan beberapa minggu di lingkungan kering, dan beberapa bulan di dalam air. Serotipe tertentu menyebabkan penyakit pada manusia menyebabkan gastroenteritis, yang sering tidak rumit dan tidak perlu pengobatan, tetapi cukup sering bersifat invasif dan dapat mengancam jiwa, terutama pada anak, lansia, dan pasien dengan kekebalan lemah.

WHO dengan FAO  mengkoordinasikan upaya internasional untuk deteksi dini, respon dan pencegahan terhadap wabah penyakit karena makanan, termasuk tifus, dalam jaringan ‘International Network of Food Safety Authorities’ (INFOSAN). Pencegahan untuk penularan Salmonella yang dilakukan di rumah meliputi kontak antara anak dan hewan peliharaan yang dapat membawa Salmonella, seperti kucing, anjing, dan kura-kura harus lebih berhati-hati. Untuk para wisatawan, pencegahan meliputi memastikan makanan yang dibeli, dimasak dengan benar dan masih panas ketika disajikan. Hindari susu mentah dan produk yang terbuat dari susu mentah. Minum hanya susu yang telah dipasteurisasi atau direbus. Hindari es batu jika dibuat dari air yang kurang aman. Ketika keamanan air minum dipertanyakan, merebus atau jika ini tidak mungkin, gunakan disinfeksi (slow-release disinfectant agent) yang biasanya tersedia di apotek. Cuci tangan secara benar dan sering menggunakan sabun, khususnya setelah kontak dengan hewan peliharaan atau hewan ternak, atau setelah berkunjung ke toilet. Cuci buah dan sayuran dengan hati-hati, terutama jika akan dimakan mentah. Jika memungkinkan, sayuran dan buah harus dikupas.

Dengan mengolah dan menyajikan secara benar, makanan dan susu bermerk Milumel®, Picot® dan Celi® produksi Lactalis yang terkontaminasi bakteri salmonella, juga gerakan masyarakat berupa cuci tangan pakai sabun, kita dapat berperan mencegah tifus atau demam tifoid.  Sudahkah kita berperan?

Yogyakarta, 16 Januari 2018
Penulis: FX. Wikan Indrarto, Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM

Show Buttons
Hide Buttons