MaxFm, Waingapu – Pagi-pagi jam 6.40 wita datang tamu ngoceh tiada henti dengan segala macam pertanyaan. Dijawab bikin hawas, gak dijawab kok saya kelihatan gak sopan. Oke saya jawab saja sekenanya.
” Kau su buka pagi-pagi? Bangun jam berapa? Siapa yang masak? Ada yang bantu? Ada yang beli?”, ini pertanyaan sebelum dia sempat duduk, dan saya jawab semuanya. Selanjutnya…
“Ini ayam kau jual berapa? Ada untung tidak? Ayam potong atau ayam kampung? Ini alat buat apa? Beli di mana? Berapa? Baru ini alat satu buat apa? Pesan di Jawa juga? Berapa? Apanya yang dipres? Kenapa dipres? Mana coba lihat?”, saya jawab semua pertanyaan kecuali permintaan mempraktekkan kerja alat cup sealer, karena saya masih melayani orang belanja. Selanjutnya….
“Kau taruh berapa banyak nasi? Kau bisa bungkus? Kenapa tidak pakai daun? Kenapa pakai reksel? Kau tidak punya karet? Berapa sebungkus? Makan sini 10.000 juga? Rugi tidak itu? Bemana kalau hanya makan terus numpang wifi? Minum kopi kasih kode wifi juga? Ancor su kalau 5.000 berjam-jam? Hemmm, rasanya belum 5 menit ini orang sudah berondong dengan begini banyak pertanyaan. Tapi tetap saya jawab, meski sebagian belum sempat saya jawab sudah disusul oleh pertanyaan berikutnya.
Sudah beberapa kali orang ini singgah di warung saya, tidak belanja apa-apa, ditawari apa-apa juga menolak. Kadang dia tidak bertanya, tapi bercerita segala macam dan mengharap atau memaksakan respon dengan menyisipkan pertanyaan sbb; coba kau pikir? Betul tidak? Bemana menurut kau? Setiap saat saya sudah mengisaratkan malas dengar segala macam cerita dan pertanyaan-nya. Tapi dia tidak mengerti, tetap saja nyerocos terus.
Sepanjang pengalaman saya, ada 3 atau 4 orang kepo seperti ini, yang biasa singgah. Taraf keponya beda-beda tipis, tapi rata-rata sama karakter, memaksakan orang bereaksi atas cerita dan rasa ingin tahunya. Demi perasaan kadang saya bereaksi seadaanya. Tapi lama kelamaan tergganggu juga kalau sering – sering ketemu yang begini ini.
Sebagai makhluk yang memiliki super ego, kita memang seringkali *sangat bernafsu mencari tau sesuatu yang tidak seharusnya kita tau, atau tak pantas tempat mencari tau. Parahnya lagi, kadang kita tidak memerlukan jawaban yang sesungguhnya, bertanya sekedar memuaskan nafsu mulut belaka.
Kita di Waingapu biasanya menyebut mulut kepo ini dengan istilah kasih enak mulut, enak nggak enak di dengar yang penting mulut bicara. Nah parahkan? Parahnya lagi kalau orang kepo itu adalah bos kita, orang tua kita, pasangan kita atau siapa saja yang selayaknya harus kita hormati. Maka bersiap saja menjadi pendengar dengan hati dongkol.
Tamu pagi yang super kepo tersebut masih saja ngoceh segala macam di saat saya menuliskan ini di smart phone. Lalu siapa dia? Ahh tak usah ikutan kepo, dia bukan siapa – siapa. Dalam wujud yang lain mungkin itu adalah gambaran saya sendiri, mungkin juga Anda.
Waingapu, Nopember 2017
Yongky H Suaryono
Catatan:
Hawas: jengkel