MaxFM, Waingapu – Hari Rabu, 2 Maret 2016, pukul 19.49.47 WIB, wilayah Mentawai dan Sumatera Barat diguncang gempabumi tektonik dengan kekuatan M=7,8. Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa episenter gempabumi ini terletak pada koordinat 4,92 derajat lintang selatan dan 94,39 derajat bujur timur dengan kedalaman hiposenter 16 kilometer, tepatnya di Samudera Hindia pada jarak 636 kilometer arah baratdaya Mentawai.
Guncangan gempabumi dirasakan di Kepulauan Mentawai dan Kota Padang hanya mencapai skala intensitas II-III MMI. Hingga saat ini belum ada laporan kerusakan bangunan rumah sebagai dampak dari peristiwa gempabumi.
Gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktivitas sesar mendatar. Posisi episenter menunjukkan bahwa pusat gempabumi ini terletak di bagian utara dari zona Cekungan Wharton yang memang banyak terdapat segmen spreading ridge. Cekungan Wharton memiliki kaitan dengan pergerakan dasar Samudra Hindia dan zona-zona patahan di sekitarnya. Lokasi ini berada di antara Kepulauan Mentawai dan zona Ninetyeast Ridge.
Ninetyeast Ridge merupakan punggungan dasar laut di Samudera Hindia. Punggungan ini memiliki panjang sekitar 5.000 kilometer dari Teluk Benggala ke selatan hingga sebelah barat Benua Australia. Punggungan ini diduga terbentuk oleh proses geologis jejak pergerakan benua mikro India dari selatan ke utara sejak 71 juta tahun lalu.
Tentu saja di dekat ridge ini, pada masa pembentukannya juga banyak terjadi gempabumi, yang mirip dengan investigator ridge di sebelah Timurnya yang juga menyebabkan terjadinya gempabumi yang berpusat di tengah samudera.
Hasil analisis mekanisme sumber gempabumi yang dilakukan BMKG menunjukkan bahwa nilai parameter sesar akibat gempabumi memiliki nilai strike 5 derajat dan dip 84 derajat. Ini berarti bahwa gempabumi yang terjadi dibangkitkan oleh sebuah aktivitas sesar mendatar dengan arah jurus sesar yang berarah utara-selatan.
Terkait hubungan antara tektonik dan aktivitas kegempaan, maka parameter sesar di atas menunjukkan adanya relevansi terkait kondisi tektoniknya. Dalam hal ini ada kaitan antara kawasan retakan (fracture zone) dan aktivitas gempabumi dengan penyesaran mendatar yang berarah utara-selatan tersebut.
Patut disyukuri bahwa peristiwa gempabumi kuat ini dibangkitkan oleh sesar dengan arah pergerakan mendatar, sehingga tidak memicu terjadinya tsunami. Verifikasi yang dilakukan terhadap peralatan monitoring pasang surut air laut (tsunami gauge) yang tersebar di pantai barat Sumatera disimpulkan bahwa tsunami memang tidak terjadi. BMKG secara resmi mengakhiri peringatan dini tsunami tepat pada pukul 22.32.42 WIB. Pantai barat Sumatera dinyatakan aman, sehingga bagi masyarakat pesisir pantai yang sempat melakukan evakuasi dihimbau untuk kembali ke rumah-masing.
Hingga hari Kamis dini hari pukul 03.00 WIB tercatat ada 6 aktivitas gempabumi susulan dengan kekuatan yang terus mengecil. Berdasarkan data gempabumi susulan ini diyakini bahwa tidak akan terjadi gempabumi dengan kekuatan yang lebih besar. Untuk itu masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan tidak terpancing oleh isu. Pastikan bahwa informasi terkait gempabumi dan tsunami bersumber dari BMKG.***
Dr. Daryono, S.Si.,M.Si.
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG