
Vokal ai dan ia dilebur menjadi e dalam kata-kata ramai, santai, pakai, satai, balai-balai, ka(e)bupatian, sajian. Terbentuklah kata-kata rame, santé, sate, bale-bale kabupaten dan sajen. Kecuali kata sate, bale-bale, kabupaten dan sajen, yang lain dianggap tidak baku dan hanya dipakai dalam bahasa tutur.
Kata kabupaten nampaknya tidak lazim, karena kata dasarnya bupati mendapat imbuhan ke – an, seharusnya kebupatian atau kebupaten sebagai pengaruh gejala monoftongisasi. Ke menjadi ka ini merupakan hal yang biasa dalam bahasa Indonesia yakni fonem a dapat ditukar dengan fonem e seperti terlihat pada kata-kata Kamis – Kemis, Rabu – Rebo, lazat – lezat, jajar – jejer. Jadi kebupaten – kabupaten
Kata kabupaten bentukannya sepola dengan kelurahan, kecamatan, kegubernuran, kepresidenan, kesultanan, kewedanaan, keratuan (keraton). Hanya saja awalan ke tidak ditukar menjadi ka.
Gejala monoftongisasi juga terjadi pada dua vocal berdampingan, au dan ua yang disandi/lebur jadi vokal o dalam kata-kata surau – suro, kacau-balau – kaco-balo, kerbau – kerbo, saudara – sodara, keratuan – keraton, lakuan – lakon, ijauan – ijon (3 vokal dilebur), buruan – buron..