MaxFM, Waingapu – Pagi itu Mama Ta menjual ketimun seharga 100 ribu. Ini jadi rekor di Kelompok Tani Organik Woka atau biasa kami sebut Woka Organik yang baru berjalan hampir 2 bulan di Kalu Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur Nusa Tenggara Timur NTT.
Ketimun ini di beli oleh juru masak di dapur Rumah Sakit Kristen Lindimara yang setiap harinya menyiapkan tiga kali makanan untuk pasien.
Memang tidak semua ketimun yang terjual pagi ini dari bedeng milik Mama Ta karena ada juga ketimun yang ditanam Laras siswa Sekolah Dasar.
Senang melihat suasana Woka Organik di Kalu Sumba Timur NTT, selain Mama Ta yang menjual ketimun terlihat Mama Des anggota kelompok ini juga melayani pembeli sayur Pak Coy, ada tetangga yang membawa uang 10 ribu, 5 ribu, bahkan beberapa penjual sayur keliling juga membeli sayur di kebun belajar Woka Organik untuk dijual kembali ke pembeli dari rumah ke rumah.
Hari itu saat saya membawa koran Victorynews yang memuat tulisan tentang kelompok tani ini, Mama Wanto sempat terkejut dan tidak menyangka wajahnya muncul di koran ini, mama Wanto bilang “kita pake pakaian seadanya di foto dan keluar di koran, bikin malu-malu saja” sambil tersenyum, meskipun begitu komentarnya tidak bisa disembuyikan dari wajahnya rasa bangga, bisa muncul juga di koran terbitan Ibu Kota Propinsi dan dibaca seantero NTT.
Lahan tanam sayur Woka Organik dulunya tempat bermain bola dan belum pernah dipakai untuk menanam sayur. Mama wanto bilang “dulunya beberapa orang sudah pernah patah kaki karena bermain bola di sini, memang betul sudah, dari pada lahan ini dipakai bermain bola, lebih baik untuk tanam sayur.”
Doke tanam sayur
Domi salah satu anggota kelompok yang biasa dipanggil Doke menceritakan pengalaman tanam sayur di Woka Organik kepada saya :
Heinrich (H) :Tanam sayur apa sekarang?
Doke (D) :Sayur Pakcoy dan sayur ketimun
H :Bagaimana lihat sayurnya sekarang?
D :Subur ya kaka e.
H :Yang lalu sudah panen juga?
D :Yang lalu sempat panen.
H :Berapa banyak?
D :Dia kalau diperuangkan sekitar seratus lebih ribu
H :Bagaimana senang?
D :Ketika kita menikmati hasilnya puas sekali
H :Dari mana yang beli?
D :Kebanyakan ibu-ibu dari pasar kakak e, mereka beli disini lantas mereka jual lagi di pasar
H :Berapa mereka beli di sini?
D :Mereka beli waktu itu kakak yang besar mereka ambil dengan tiga 5 ribu rupiah, kecil itu mereka ambil dengan lima 5 ribu rupiah
Lanjut Doke, sayur yang ditanamnya terlihat subur berkat menggunakan pupuk cair bio slurry dari Radio Max FM Waingapu. Masih kata Doke, pembeli sayur ini ada yang dari warga sekitar ,pembeli dari pasar untuk dijual lagi dan pernah sekali waktu yang membeli sayur di sini dari kru pembuat film Pendekar Tongkat Mas yang sedang ambil gambar di Sumba Timur dan ini membanggakan sekali untuk saya kata Doke. Melihat hasil baik yang didapat dari menanam sayur ini Doke berkeinginan untuk meluaskan lahan tanam sayur hingga di dekat bantaran sungai Payeti.
Salah satu pedagang sayur di pasar Praliu Mama Ale yang sering memborong sayur di kebun ini mengatakan “beberapa hari terkahir ini selalu ambil sayur di kebun Woka Organik kadang sekali beli saya ambil dengan harga 50 ribu, trus dijual lagi di pasar, kata yang beli sayur ini enak, tidak pahit seperti sayur dari tempat lain yang ada rasa pahitnya.”
Hampir setiap perkembangan kelompok ini saya ambil gambar dan memuatnya di Facobook sebagai salah satu cara berbagi semangat dengan pengguna facebook bahwa meskipun daerah Sumba Timur NTT ini terkenal dengan kering dan sering gagal panen, kita masih punya harapan untuk mengembangkan pertanian di sini, dan kami buktikan dengan hasil yang dicapai di beberapa kelompok dampingan, salah satunya Woka Organik.
Salah satu pemilik akun fb dengan nama Ina Pura yang juga anak Sumba dan sekarang bekerja di Depertemen Pertanian RI tergerak untuk mengirim bibit sayur begitu mengetahui perkembangan kelompok ini dari foto yang muncul di fb, bibit sayur yang dikirim sudah tiba di Waingapu dan segera disemai untuk siap ditanam, bibit sayur yang dikirim Ina Pura dari Jakarta antara lain tomat, ketimun, paria, kangkung, terong dan masih banyak lainnya.
Pupuk organic dari limbah biogas
Kelompok Tani Woka Organik selama masa tanam sayur menggunakan Pupuk Kompos PK dan Pupuk Organic Cair POC Bio Slurry dari limbah biogas.
PK dan POC Bio Slurry di produksi oleh tim kerja Radio Max FM Waingapu.
PK Bio Slurry dibuat dari limbah padat biogas. Biogas ini ada di Radio Max FM Waingapu. Limbah padat biogas dicampur dengan berbagai kotoran ternak serta hijauan lain dan diolah selama 2 minggu sudah bisa menghasilkan PK Bio Slurry berkualitas baik dan dijual dipasaran Waingapu dan sekitarnya 1 karung 50 kg seharga 25 ribu rupiah.
Kualitas PK Bio Slurry ini baik terbukti di lahan dengan hasil panen sayur yang memuaskan.
Di kebun Woka Organik, para petani sayur selain menggunakan PK Bio Slurry juga menggunakan POC Bio Slurry, pupuk organic organik ini hampir 80% bahan dasarnya dari limbah cair biogas.
Hasil sampingan cairan dari biogas yang sebelumnya tidak berharga diolah sampai menghasilkan pupuk organik cair bio slurry dengan kualitas baik dan dijual dipasaran seharga Rp25 ribu per liter.
Kualitas mumpuni POC Bio Slurry bisa dilihat dari hasil panen sayur yang baik di kebun Woka Organik.
Untuk warga Waingapu dan sekitarnya sudah cukup banyak yang mengenal PK an POC Bio Slurry terlihat dari jumlahpembelian pupuk yang terus meningkat dan pemakaian meluas untuk tanaman lain termasuk padi.
Salah satu petani Enos mengatakan panen padinya meningkat tajam setelah menggunanakan POC Bio Slurry. Biasanya kata Enos untuk lahannya di Lewa seluas 0.5 ha hasil panen padinya hanya 1 sd 2 ton saja tiap panen, tetapi saat menggunakan POC Bio Slurry produksi Radio Max FM Waingapu di lahan yang sama dirinya bisa panen padi 5 ton untuk luas 0.5 hektare.
Dampak dari kelompok JOS
Pembimbing Woka Organik Rahmat atau bisaya di panggil Kang Bayan di Max FM yang juga membawakan acara Ayo Bertani Organik di Radio Max FM Waingapu mengatakan
“ Woka Organik itu sebetulnya dampak postif dari kelopmpok sebelumnya kelompok JOS, mereka kelompok Woka Organik tadi hanya biasa- biasa saja, melihat kemudain sekarang sangat dahsyat, bahkan seperti binaan asli keinginannya, yang lebih membanggakan saya adalah tingkat kemandirian mereka, begitu diinstruksikan butuh pupuk mereka sudah berburu pupuk, bahkan tidak hanya untuk satu kali tanam mereka menyimpan pupuk untuk tanam kedua ketiga.”
Lanjut Rahmat ( Kang Bayan ) “mengenai hasil panen, setelah panen biasanya petani di Sumba itu tidak berlanjut dan ini diluar dugaan, mereka menyisihkan untuk membeli bibit dan lahan pun begitu setelah habis panen langsung diolah kembali seolah olah ini adalah merupakan pertanian yang berkelanjutan dan mereka harus terur berlanjut .”
Meskipun daerah kita terkenal dengan musim kering panjang sekitar 9 bulan dan akibatnya terjadi kekeringan sehingga sering gagal panen serta menjadi bahan berita yang tidak mengenakkan tentang rawan pangan yang menghiasi media lokal, regional dan nasional, melihat perkembangan belajar di Woka Organik saya punya keyakinan bahwa daerah ini subur dan dapat menghasilkan produk pangan yang baik dan berkualitas tentu saja kalau diusahakan dengan serius, tinggal ada sedikit kerja keras dari semua pihak untuk bekerja sama meningkatkan sumber daya manusia petani.
( Heinrich Dengi )