Scroll to Top
DOKTER BARU ERA JKN
Posted by maxfm on 29th Januari 2018
| 3553 views
FX. Wikan Indrarto Dokter Spesialis Anak, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM

MaxFM, Waingapu – Para dokter baru dari 74 FK se Indonesia, akan memasuki dunia kerja pada layanan kesehatan dengan sistem yang baru. Pada era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), dokter baru sebaiknya terlibat mendukung tercapainya ‘Universal Health Coverage’ (UHC). Apa yang dapat dilakukan?

Sejak dimulainya program JKN untuk menuju UHC di Indonesia pada 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan ditetapkan menjadi penjamin biaya layanan kesehatan. Pada 31 Desember 2017, peserta JKN sudah sebanyak 187,982,949 orang warga. Selain itu, faskes provider JKN sudah sebanyak 26,992 unit faskes (Fasilitas Kesehatan), baik faskes primer (Puskesmas, Dokter Praktek Perorangan, dan Klinik Pratama) maupun 2.086 faskes sekunder dan tersier (RS). Saat ini sudah tercapai 75,28% warga menjadi peserta JKN dengan target pada awal tahun 2019 adalah 250 juta atau seluruh penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN (UHC).

Sesuai UU No 20-2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dokter baru wajib ikut Program Internship Dokter Indonesia (PIDI). Setelah selesai menjalani PIDI, dokter baru dapat bergabung dengan 125.146 orang dokter umum ter-registrasi KKI (Konsil Kedokteran Indonesia), untuk terlibat langsung dalam layanan kesehatan bagi peserta JKN. Hanya sekitar 28,01% dokter yang akan melanjutkan pendidikan spesialis, sehingga tersedia paling tidak 4 jalur karier profesional. Yang pertama adalah pada faskes primer, kedua pada faskes sekunder atau tersier di RS, ketiga pada badan regulator dan keempat pada lembaga penjamin biaya. Pada faskes primer, umumnya dokter baru akan mengawali karier profesional dengan bekerja di klinik pratama atau puskesmas, sebelum bergabung dengan 4.883 orang Dokter Praktek Perorangan provider JKN yang telah mampu mandiri.



Pada faskes primer, dokter baru memiliki tugas untuk melakukan layanan kesehatan non spesialistik, promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis. Selain itu, juga dituntut terlibat dalam peran administratif, terutama untuk menyusun berbagai laporan, misalnya Program Pengelolaan Penyakit Kronis (prolanis), SDM sesuai kompetensi, tagihan non kapitasi, kegiatan promotif dan preventif, maupun laporan kunjungan peserta dan rujukan ke RS. Tantangan karier profesional dokter baru pada faskes primer meliputi ketrampilan dalam mencari, mempertahankan, dan mengatur jumlah kepesertaan. Hal ini disebabkan karena pembayaran jasa medis dokter menggunakan sistem kapitasi, yang ditentukan oleh jumlah peserta yang menjadi tanggungjawab profesonalnya. Juga tantangan dalam aspek koordinasi dengan tenaga kesehatan profesional lain, yaitu dokter gigi, bidan, laboratorium klinik, dan apotek. Tugas admisnitratif pembuatan laporan pertanggungjawaban, adalah sebuah tantangan tersendiri, karena menyangkut besaran klaim dana kapitasi dan luar paket, yang sangat mungkin belum sempat dipelajari di FK.

Pada faskes sekunder di RS, dokter baru biasanya ditugaskan dalam bidang administrasi layanan, bantuan teknis medis dan mediator dalam proses pengajuan klaim biaya, baik secara manual ataupun vedika (e-claim). Hal ini disebabkan karena dokter baru memiliki pemahaman dan penguasaan tentang istilah medis dan administratif yang lebih baik dan sangat bermanfaat, agar RS tidak mengalami selisih biaya negatif. Tantangan profesional dokter baru pada faskes lanjut di RS biasanya adalah pada proses penentuan kriteria ‘emergency’ yang dijamin program JKN untuk pasien di UGD, layanan edukasi pra hospital di konter admisi, dan tugas kendali biaya dan mutu layanan, agar terjadi efisiensi secara baik. Hal ini karena pembayaran oleh BPJS Kesehatan untuk faskes sekunder menggunakan sistem case-mix. Selain itu, juga membantu koordinasi layanan antar petugas profesional kesehatan dan yang tidak kalah penting adalah peran dokter baru dalam bantuan proses penyusunan klaim, juga menyelesaiakan klaim ‘pending’ dan ‘dispute’.

Dokter umum baru juga dapat memulai karier profesional sebagai regulator, agar layanan JKN dapat dilaksanakan dengan baik. Peran dokter dapat dilakukan di kantor Dinas Kesehatan, baik di tingkat propinsi, kabupaten, atau kota. Selain itu, juga dapat melalui jalur P2JK Kemenkes (Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan), untuk membantu menyusun kebijakan teknis, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis pembiayaan dan jaminan kesehatan (Permenkes 64-2015 pasal 877). Dokter baru juga dapat berperan aktif dalam organisasi profesi IDI (Ikatan Dokter Indonesia), baik di tingkat pusat, wilayah ataupun cabang. Tantangan tugas profesional dokter sebagai regulator adalah kemampuannya untuk bersikap adil, tegas dan manusiawi. Selain itu, juga harus mampu membina hubungan antar profesi kesehatan dan instansi.

Peran yang tidak kalah menarik adalah jalur profesional dokter umum baru sebagai ahli asuransi. Di Indonesia sudah terbentuk PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia), yaitu kumpulan ahli di bidang asuransi khusus kesehatan. Para dokter baru dapat mengikuti ujian untuk mendapatkan gelar AAAK (Ajun Ahli Asuransi Kesehatan) dan AAK (Ahli Asuransi Kesehatan), setelah menyelesaikan modul ujian dari PAMJAKI. AAAK harus lulus 5 (lima) modul yaitu 2 Managed Care, 2 Dasar Asuransi Kesehatan, dan Asuransi Kesehatan Nasional. Sedangkan AAK harus lulus 10 (sepuluh), yaitu AAAK ditambah 5 (lima) modul lagi yang meliputi Asuransi Biaya Medis, Asuransi Kesehatan Suplemen, Asuransi Disabilitas, Long Term Care dan Fraud.



Tantangan profesional dokter umum baru sebagai ahli asuransi adalah membantu mencarikan jalan keluar atas masalah defisit biaya atau ‘mismatch’ yang dialami oleh BPJS Kesehatan. Defisit Rp. 5,6 T pada 2014 telah ditutup aset PT Askes, tahun 2015 tertutupi oleh dana penyertaan modal negara (Rp. 5 T) dan surplus investasi BPJS Kesehatan (Rp. 1 T). Selain itu, defisit tahun 2016 ditutup dana cadangan Kemenkeu (Rp. 6,8 T) dan kenaikan besaran iuran peserta (Perpres 19/ 2016), sedangkan tahun 2017 ditutup dengan cukai rokok (Rp. 9 T).

Tantangan lain meliputi penghitungan besaran kenaikan iur premi pada peserta JKN jenis Penerima Bantuan Iur (PBI). Selain itu, juga masalah klaim rasio peserta JKN jenis Peserta Penerima Upah (PPU) yang mencapai 70%, Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) sekitar 300%, Peserta Penerima Upah PNS 100%, dan Peserta Bantuan Iur (PBI) 80%. Fakta ini menggambarkan bahwa disinyalir subsidi kesehatan dari negera mungkin salah sasaran.

Dokter yang baru lulus dari FK wajib ikut berkontribusi pada semua sektor, untuk perbaikan derajad kesehatan segenap warga Indonesia. Tentunya agar kita mampu mencapai UHC melalui JKN. Sudahkah para dokter baru siap?

Yogyakarta, 24 Januari 2018

Penulis : FX. Wikan Indrarto*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM

Print Friendly, PDF & Email
Show Buttons
Hide Buttons