MaxFM, WAINGAPU – Bahasa Indonesia kaya dengan makna kata. Ada arti lugas (denotation meaning), arti tafsir (connotation meaning), arti pokok (central meaning), arti samping (marginal meaning), arti penggunaan (usual meaning), arti kamus (lexical meaning), arti spontan (reflextif meaning, arti menurut tatabahasa (gramatikal meaning atau nosi).
Ada pula yang disebut sinonim, yakni kata yang searti atau hampir bersamaan arti. Dalam linguisti (ilmu bahasa) disebut juga kesamaan yang tidak sama. Artinya, meskipun sama tapia da juga ketidaksamaannya. Contoh, kata pahit bersinonim dengan kata getir. Kita bisa mengatakan obat itu pahit, tapi tidak bis akita katakana obat itu getir. Demikian juga dengan kata mayat bersinonim dengan kata bangkai, namun dalam pemakaiannya tidak sama; bangkai hewan bukan bangkai manusia. Kata mati bersinonim dengan meninggal, berpulang, wafat, mangkat, tutup usia, gugur, tewas, ajal, sudah tiada, namun dalam penggunaannya tidak sama. Kata mati sendiri bervariasi. Mati mampus, mati konyol, mati sahid, mati lemas, mati suri.
Kata yang berlawanan arti disebut antonim. Biasanya kata sifat yang mengandung antonim seperti kaya – miskin, besar – kecil, baik – buruk. Tapi tidak semua kata sifat mengandung pertentangan. Misalnya kata sifat menyangkut warna. Kalau kita mengatakan hitam lawannya putih. Ini biasa kita pertentangkan. Tapi kalau warna merah, kuning, hijau, jingga, abu-abu, biru, blau, apa lawannya? Tidak ada.
Polisemi sangat memperkaya arti sebuah kata. Dari kata poly, artinya banyak, dan sema artinya tanda. Polisemi adalah satu bentuk kata yang mempunyai beberapa arti tapi masih ada hubungan. Contoh, kata korban (kurban) mengandung arti, 1. Persembahan dalam upacara kebaktian. 2. Orang yang mengalami penderitaan karena sesuatu atau pebuatan orang lain. 3. Orang yang meninggal karena bencana alam. Ketiga kata di atas masih mempunyai hubungan arti yang erat. Contoh lain, kata sumber: sumber air, sumber mata pencaharian, sumber penyakit, sumber kejahatan. Ini juga mempunyai benang-benang merah antara mata air, pokok, tempat dan asal.
Homonim, homofon, homograf
Kata homonim berasal dari kata homo yang artinya sama, dan onoma artinya nama. Yaitu dua kata atau lebih yang sama bentuknya tapi berlainan arti. Kata bisa, arti pertama racun dan arti kedua dapat, sanggup. Contoh: Bisa ular dapat mematikan. Dia bisa mengangkat barang seberat itu. Kata kikir, alat pertukangan dan pelit. Genting, atap rumah, gawat, jalur tanah yang hampir putus. Buku, persendian atau pertemuan dua ruas, kitab atau pustaka. Kopi, nama tumbuhan, salinan. Kali, sungai, perbanyak, mungkin. Semuanya ini tidak punya hubungan arti seperti polisemi dan sinonim. Inilah yang disebut homonim.
Homonim masih dibedakan lagi menjadi homofon dan homograf. Kesamaan bentuk ini dapat dilihat dari ejaan dan ucapan.Dari pemahaman ini maka dikenal ada homonim yang homofon dan homonim yang homograf. Homofon berarti sebuah kata yang ejaan atau penulisan berbeda, tapi pelafalan atau ucapan sama. Misalnya, bank (tempat menyimpan uang) dengan dengan bang singkatan dari abang, pengucapannya sama, yakni b a n g. Demikian juga sanksi – sangsi, ucapannya sama, s a n g s i. Sanksi artinya ancaman hukuman, dan sangsi artinya ragu. Fonem h yang berada di akhir kata menurut aturan Bahasa Indonesia tidak diucapkan. Dengan demikian terjadi homofon (beda penulisan sama pengucapan) seperti muda – mudah, bawa – bawah, paya – payah, mara – marah, dara – darah.
Aturan Bahasa Indonesia, fonem h yang berada di tengah kata dan diapit oleh dua vokal (huruf hidup) yang sama diucapkan jelas, seperti paha, pohon, dahan, bahan, nihil, sihir, lahan, bohong, luhur. Fonem h yang diapit dua vokal yang berbeda tidak diucapkan seperti tahun, perahu, bahu, sahut, dahi, lahir, tahi,sahut, pahit. Sebagai pengecualian kata t a h u walaupun diapit dua vokal ada dua cara pengucapan. Jika nama sejenis makanan, fonem h diucapkan jelas, dan jika berarti mengerti, paham, maka fonem h tidak diucapkan, sehingga terjadi homograf yang tidak homofon. Khusus kata Tuhan, fonem h tetap diucapkan untuk membedakannya dari kata tuan. Karenanya kedua kata ini Tuhan – tuan, tidak homograf dan tidak homofon. Artinya penulisannya tidak sama, juga pengucapannya tidak sama.
Homograf artinya, ejaan atau penulisan sama tapi pengucapan/pelafalan tidak sama. Ini disebut juga homonim yang homograf tapi tidak homofon. Contoh: seri (cahaya), seri (rangkaian), sedan (rintihan) dengan sedan (mobil), seret (sendat, tidak lancar) dengan seret (menghela), perang (bertempur) dengan perang (rambut merah, mereka (orang ketiga jamak) dengan mereka (menebak), serak (parau) dengan serak (berhamburan), teras (inti) dengan teras (tirisan rumah), memerah (peras) dengan memerah (menjadi merah), telor/telur dengan telor (tidak bisa mengucapkan fonem r.
(Penulis : Frans W. Hebi – Penulis Buku Autobiografi Frans W. Hebi Wartawan Pertama Sumba, Pengasuh Acara Sekolah di Radio dan Bengkel Bahasa Radio Max 96.9FM-Waingapu)