MaxFM, Waingapu – Sudah lebih dari setahun warga di pulau Salura pulau terluar yang ada penghuninya di perbatasan negara Republik Indonesia – Australia harus dibantu dukun beranak karena ketiadaan bidan desa yang bisa membantu persalinan para ibu.
Abdul Nasir, Kepala Urusan Umum desa Prai Salura mengatakan, sebelumnya masih ada bidan desa sehingga para ibu tidak kesulitan untuk mengontrol kehamilannya menjelang persalinan dan saat proses persalinan.
“Bidan tidak betah kerja lagi di sini jadi mau tidak mau dukun yang bantu,” kata Abdul.
Warga juga kecewa karena mau membawa pasien atau ibu hamil ke Puskesmas di ibu kota kecamatan di Nggongi namun kapal motor atau ambulance laut bantuan dari pemerintah yang biasa digunakan telah rusak dan dibiarkan di pantai Katundu.
“Ambulance laut sudah rusak ada biar saja di Katundu sana. Bilang mau perbaiki tapi belum juga,” keluh Abdul.
Bila terpaksa maka mereka harus menyewa perahu yang lebih besar atau meminta para nelayan asal Lombok di pantai Salura untuk membantu mengantarkan ke Puskesmas di kecamatan dengan ongkos transportasi mencapai ratusan ribu rupiah sekali jalan.
Sekertaris desa Prai Salura Sahlan Abubakar mengatakan, sangat susah mencari petugas atau tenaga medis yang bisa betah tinggal di Salura. Bila angin kencang dan gelombang tinggi di lautan maka mereka tak bisa berbuat apa-apa, karena itu persalinan tetap harus di bantu dukun beranak
“ Memang harus bidan anak asli sini kalau tidak, tak mungkin ada yang mau,” jelas Sahlan.
Pulau Salura berada di selatan pulau Sumba, pulau ini merupakan satu-satunya pulau terluar Selatannya pulau Sumba yang berpenghuni dari total 3 pulau di lokasi berdekatan. Untuk mencapai lokasi ini membutuhkan waktu paling tidak 7 jam, dari Waingapu dengan mobil sampai di pantai Katundu, kemudian dilanjutkan menyeberang melalui pantai Katundu ke pulau Salura dengan perahu selama sejam dan melawan laut pantai selatan yang ganas dengan gelombang laut yang tinggi. [ Ignas Kunda ]